Sosok Soeharto —mantan presiden RI— yang humanis, sederhana, juga mengharukan, yang selama ini belum pernah dipublikasikan, hadir dalam buku ”Pak Harto, The Untold Stories” yang kemarin diluncurkan di Museum Purna Bhakti Pertiwi, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Sebuah dongeng sejarah yang menarik.
PELUNCURAN buku setebal 600 halaman itu sengaja dilakukan pada 8 Juni, karena bertepatan dengan tanggal lahir Soeharto 8 Juni 1921, yang berarti tepat 90 tahun lalu.
Dari cover buku terbitan Yayasan 1968 Harapan Kita itu, pembaca sudah langsung melihat sosok Soeharto yang lain. Dia digambarkan mengenakan baju batik dan tengah duduk dengan sorot mata sayu di tengah-tengah ladang.
Dalam buku dengan editor Dr Ir Aris Setyanto Nugroho MM —putra mantan Dirjen Bea Cukai Soehardjo tersebut— ada 113 narasumber yang berbagi kisah kenangan bersama Soeharto.
Mereka adalah para tokoh nasional yang pernah berinteraksi dengan Pak Harto, baik sebagai ajudan, menteri, juga pemimpin negara tetangga seperti Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad, mantan Presiden Filipina Fidel Ramos, mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew, serta Raja Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah.
Salah satu kenangan yang menarik tentang Soeharto diungkapkan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, yang juga pernah menjadi ajudan presiden kedua RI tersebut.
Dalam sambutannya pada acara launching itu, Try menuturkan bahwa Pak Harto sering melakukan perjalanan diam-diam (incognito) dengan berkeliling ke daerah-daerah guna melihat hasil pembangunan yang dicanangkannya kala itu.
”Pak Harto sering melakukan incognito. Pesannya tegas sekali, tidak boleh ada satu pun pejabat pusat dan daerah yang tahu kalau Pak Harto mau melakukan incognito. Rombongannya tidak mencolok, hanya tiga mobil, untuk dokter kepresidenan, pengawal, Pak Harto dan saya,” kata pria asal Surabaya tersebut.
Selama incognito, Pak Harto membawa logistik sendiri, yaitu makanan yang telah disiapkan Bu Tien.
”Biasanya Pak Harto membawa sambal teri bikinan Bu Tien. Pas waktu makan tiba, beliau tak segan-segan makan bersama anak buahnya. Terjalin hubungan antara bapak dan anak pada saat seperti itu,” kenangnya.
Tujuan perjalanan incognito yang memakan waktu berhari-hari tanpa protokoler, tanpa pengawalan formal, dan makan sesuai bekal serta menginap di rumah penduduk itu, membulatkan pikiran dan tindakan Pak Harto sehingga tidak ragu lagi dalam mengambil keputusan terbaik bagi rakyatnya.
Sementara mantan ajudan Pak Harto yang juga mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto, yang tertulis dalam buku tersebut, dilukiskan bila Pak Harto akan bermain golf di Lapangan Golf Rawamangun, hanya dikawal satu jip di belakang.
Pada saat itulah Pak Harto, menurut Wiranto, melihat peristiwa begitu lamanya kendaraan di stop demi dirinya lewat, sehingga menimbulkan protes dari pengendara dengan menyalakan klakson bersahut-sahutan.
”Lain kali polisi tidak perlu menyetop terlalu lama. Mereka kan punya keperluan yang mendesak, sedangkan saya hanya mau berolahraga,” kata Wiranto menuturkan perkataan Soeharto.
Putri Soeharto, Siti Hutami Endang Adiningsih atau yang akrab dipanggil Mamiek menuturkan, di tengah kesibukannya sebagai presiden, Soeharto adalah sosok yang sangat memperhatikan sekolah putra-putrinya. Termasuk dalam hal bayaran sekolah yang kala itu berupa uang plus beras.
”Setiap bulan bapak sendiri yang mengingatkan saya untuk membayar uang sekolah. Setelah bapak memberi saya uang, ibu mengingatkan saya untuk membawa beras. Bapak tidak berkenan jika hal itu dilakukan oleh orang lain,” tuturnya.
Walaupun Pak Harto dikenal sebagai sosok kejawen, menurut Mamiek, ayahnya pulalah yang mengajarkan pendidikan agama dan mengajarinya membaca Al Quran, meski tidak sehebat ustadz.
Pantas Pahlawan
Dalam sambutan peluncuran lainnya, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, sebagai manusia Pak Harto tak lepas dari kesalahan. Namun Kalla meyakini kebaikan Pak Harto bagi bangsa dan koleganya jauh lebih banyak daripada kesalahannya. ”Pak Harto bukan nabi, tapi tetap lebih banyak kebaikannya,” kata Kalla.
Kalla menuturkan bahwa Pak Harto adalah sosok yang responsif atas laporan dari rakyatnya. Dirinya mengaku pernah melaporkan kepada Pak Harto tentang tarif telepon yang tidak adil di wilayah timur Indonesia.
Kalla mengatakan karena di timur lebih mahal, maka ibaratnya tarif itu masih kolonial. ”Saya bilang ke Pak Harto, teknologi yang dipakai sama, kok di timur kena tarif yang sifatnya kolonial. Tidak lama setelah pertemuan itu, tarif telepon langsung berubah. Ini karena Pak Harto sangat responsif,” tuturnya.
Kalla mengaku terakhir kali bertemu Pak Harto pada Lebaran 2005. Pak Harto, menurutnya, menyampaikan selamat karena bisa menyelesaikan kerumitan di Aceh. ”Beliau memberikan selamat, berterimakasih dan berpesan agar jaga persaudaraan negeri ini.” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama Aburizal Bakrie mengatakan sosok Soeharto memiliki sikap sabar, berani dan tegas dalam memimpin bangsa ini.
Tidak terlepas dari kesalahannya sebagai manusia biasa, Golkar —lanjut Ical— menganggap Soeharto pantas menjadi pahlawan. Mengenai gaya pemimpin Soeharto yang dianggap banyak pihak sangat otoriter dan anti demokrasi, menurut Ical, hal itu tidak terlepas dari gaya kepemimpinan seseorang serta zamannya, yang memang membutuhkan cara seperti itu.
Putri sulung mantan Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut mengatakan, buku The Untold Stories menceritakan tentang kehidupan Pak Harto yang tidak terungkap ke publik. Buku itu, katanya, adalah kenangan dari keluarga, sahabat, kawan, dan lawan politik Pak Harto yang dituliskan secara jujur, tanpa direkayasa, dan apa adanya. ”Semua jujur apa adanya. Bapak akan tersenyum di sana menyaksikan betapa besar kesetikawanan teman-teman bapak selama ini,” katanya.
Menurutnya, buku itu disusun lebih dari dua tahun. Mereka yang memberikan sumbangsihnya dalam buku itu, lanjut Tutut, bersentuhan langsung dengan ayahnya. Sehingga bisa lebih utuh dalam menuliskan kesan-kesan tentang Pak Harto. (43)
Sumber Berita : Suara Merdeka CyberNews, 9 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar