Syarifuddin Umar, hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, mungkin tidak pernah menyangka akan ditangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, penangkapan pada 1 Juni 2011 malam itu bisa jadi mengubah kehidupan hakim yang pernah membebaskan 39 terdakwa kasus korupsi tersebut. Di rumah dinasnya di Kawasan Sunter, Jakarta Utara, KPK menemukan sejumlah uang yang tak tersimpan rapi. Ada yang di laci, amplop, ada pula yang diikat karet.
PETUGAS Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencium akan adanya transaksi haram yang melibatkan hakim Syarifuddin Umar sejak April 2011. Informasi itu terus dikembangkan hingga petugas KPK mendapat kepastian Puguh Wiryawan akan bertemu hakim Syarifuddin. Pertemuan dilakukan di rumah Syarifuddin di kawasan Sunter, Jakarta Utara, pada malam hari. Siang harinya, sebelum ke rumah Syarifuddin, Puguh sempat mengambil uang di BCA Prioritas.
Kedatangan Puguh di rumah Syarifuddin sempat tidak terpantau petugas KPK. Puguh yang masuk lewat pintu belakang tidak terlihat oleh tim KPK yang sudah menunggu di pintu gerbang. Namun, tim yang berbeda yang sejak awal menunggu di warung sekitar rumah Syarifuddin memastikan kehadiran Puguh.
Malam semakin larut, baru sekitar pukul 22.00, supir Puguh diminta untuk mendekati rumah hakim yang pernah membebaskan 39 terdakwa kasus korupsi itu. Tidak berapa saat, Puguh mengambil tas yang berisi uang dari kursi belakang mobil dan diserahkan kepada Syarifuddin.
Tim KPK langsung melakukan penangkapan, sayangnya Puguh telah meninggalkan rumah Syarifuddin. Meski akhirnya Puguh berhasil ditangkap di dekat Hotel Bidakara sekitar Patung Pancoran. Jaraknya belasan kilometer dari rumah Syarifuddin.
Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi, saat penangkapan petugas KPK menemukan uang Rp 250 juta yang diduga kuat diterima Syarifuddin tekait pailit PT Sky Camping Indonesia. Ada dua aset tanah PT SCI di Bekasi yang dijual, masing-masing senilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar. Penjualan aset perusahaan yang pailit itu harus dengan persetujuan hakim. Dan, Syarifuddin menjadi hakim pengawas dan Puguh merupakan kurator PT SCI.
Selain uang Rp 250 juta, petugas KPK juga menemukan uang 116.128 dolar Amerika Serikat, 245.000 dolar Singapura, 20.000 yen Jepang, dan 12.600 riyal Kamboja, di rumah sederhana Syarifuddin. Jika dalam rupiah, uang tersebut senilai lebih dari Rp 3 miliar rupiah. KPK juga menyita mobil Mitsubisi Pajero yang digunakan Puguh.
Menurut Johan, uang-uang tersebut tidak tersimpan rapi. Petugas KPK menemukan uang tersebut ada yang berada di laci, ada yang ditaruh amplop, dan sebagainya. Bahkan, uang 20.000 dolar AS (kira-kira senilai dengan Rp 160 juta) ditemukan hanya diikat dengan karet gelang. ’’Kalau dalam bahasa Jawa, uangnya keleleran,’’ kata Johan.
Dalam pemeriksaan pertamanya setelah ditahan di Rutan Cipinang, Syarifuddin enggan menjelaskan perihal uang asing yang ditemukan di rumahnya. ’’Nanti saya akan menjelaskan mengenai masalah itu. Oleh karenanya mintalah supaya bisa diberi kesempatan untuk menjelaskan,’’ kata Syarifuddin.
Hakim yang sempat diangkat menjadi hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ini ternyata pernah membebaskan 39 terdakwa kasus korupsi. ’’Terdakwa kasus korupsi terakhir yang dibebaskan adalah Agusrin Najamuddin, Gubernur Bengkulu nonaktif,’’ kata Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho.
Dia menambahkan, hasil pemantuan Komisi Yudisial (KY) menemukan dugaan adanya indikasi suap dalam penanganan kasus Agusrin yang ditangani Syarifuddin. KY juga pernah mengeluarkan laporan bahwa Syarifuddin pernah dilaporkan terkait vonis bebas kasus korupsi dan dugaan suap dalam penanganan kasus korupsi yang melibatkan mantan anggota DPRD Luwu, Sulawesi Selatan. ’’Perkembangan kasus tersebut kini juga tidak jelas,’’ ujar Emerson.
Tidak Bersalah
Syarifuddin menepis pernyataan ICW atas pembebasan terdakwa dalam sejumlah perkara yang ditanganinya. Dia menyatakan memutus bebas murni karena para terdakwa tidak bersalah.
“Salahkah saya seorang hakim membebaskan orang?,” kata Syarifuddin usai diperiksa di KPK, Selasa (7/6).
Syarifuddin meminta ICW dan LSM lainnya mencermati Pasal 191 KUHAP ayat 1, yakni jika perbuatan terdakwa tidak terbukti, maka harus dibebaskan.
Menurutnya, jika perbuatan pidana terdakwa tidak terbukti maka harus dilepaskan. “Baca dong ICW. Baca dong LSM,” tegas Syarifuddin.
Dia menambahkan, terdakwa yang diajukan ke persidangan tidak semua harus dihukum. Dengan adanya kasus yang menimpanya ini, dia meminta para hakim untuk tidak takut memutuskan membebaskan terdakwa jika terbukti tidak bersalah.
“Mudah-mudahan teman-teman hakim tidak terpengaruh dengan kasus saya ini,” katanya.
Syarifuddin juga mempertanyakan, mengapa penangkapannya berkembang dengan pembebasan Gubernur i Bengkulu Agusrin. Menurutnya, ada bukti jika Agusrin murni bebas. “Ada CD yang pembelaan. Anda bisa putar, ambil di kantor. Itu memang murni pembebasan Agusrin,” kata Syarifuddin.
Mengenai uang Rp 250 juta dan yang lainnya bagaimana?
“Makanya ini mau dibuktikan, apakah itu suap atau bukan. Tunggulah prosesnya agar bisa berjalan. Jangan memfitnah saja, nanti kita lihat prosesnya semua. Saya memutus bukan pada ICW,” jawab Syarifuddin.
Sumber Berita : Suara Merdeka CyberNews, 8 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar