JAKARTA- Mahkamah Konstitusi (MK) kecewa dengan hilangnya isu tentang surat palsu karena tergerus isu baru berkaitan dengan wacana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilontarkan oleh Ketua DPR Marzuki Alie.
“Surat MK ini hilang isunya gara-gara Marzuki,” ujar juru bicara MK Akil Mochtar di Gedung MK Jakarta, Selasa (2/8).
Proses rekonstruksi ulang kasus tersebut yang kemarin digelar di Gedung KPU oleh kepolisian pun sepi dari media.
Dalam kasus surat palsu MK tersebut, polisi sejauh ini baru menetapkan satu tersangka, yakni mantan juru panggil MK Masyhuri Hasan.
Padahal dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirim Polri ke Kejaksaan Agung disebutkan bahwa tersangka adalah Masyhuri Hasan dkk (dan kawan-kawan). Itu artinya, unsur “dan kawan-kawan” dalam SPDP Polri belum terpenuhi.
Kasus surat palsu MK nomor 112/ PAN.MK/VIII/2009 bertanggal 14 Agustus 2009 itu diduga melibatkan banyak pihak, terutama aktor pembuat, yang menyuruh membuat, dan penerima manfaat.
Surat palsu itu intinya adalah memenangkan Dewi Yasin Limpo (Partai Hanura) dalam sengketa perolehan suara dengan Mestariyani Habie (Gerindra) pada Pemilu 2009 di daerah pemilihan Sulawesi Selatan I (Gowa, Takalar, Jeneponto).
Dalam surat palsu disebutkan bahwa “penambahan suara” untuk Dewi Yasin di tiga kabupaten itu adalah 13.012, 5.443, dan 4.206. Padahal dalam surat asli dengan nomor dan tanggal yang sama disebutkan, suara total Dewi Yasin di tiga kabupaten itu adalah 13.012, 5.443, dan 4.206. Jadi tidak ada klausul “penambahan suara.”
“Tidak mungkin kan ada pelaku tapi tidak tahu surat itu digunakan untuk apa. Tidak mungkin putus begitu saja. Sudah jelas (surat palsu) itu menerbitkan suatu hak, orang memperoleh kursi, siapa yang menetapkan dan dipakai untuk apa, kan sudah ada,” jelasnya.
Menurut Akil, kepolisian sudah menggelar lagi rekonstruksi di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Rekonstruksi di KPU baru saja selesai. Tadi panitera MK Pak Kasianur dipanggil ke sana karena waktu sidang KPU Pak Kasianur diundang mewakili MK,” ujarnya.
Akil menegaskan, Andi Nurpati sudah tidak bisa menghindar lagi karena video yang ada di KPU saat sidang pleno juga diputarkan.
“Kalau dia bilang lupa, ditunjukin saja videonya waktu memimpin sidang MK, yang dibaca surat yang mana, kan sudah jelas. Cuma sebelum diputar, ditanya dulu, kamu duduk di mana untuk mengetes, terus baru diputar. Di videonya, semua ada dan kelihatan,” tandasnya.
“Tapi itu tidak pengaruh. Menetapkan orang jadi tersangka bukan hanya berdasar rekonstruksinya. Rekonstruksi itu hanya salah satu bagian dari proses penyidikan.”
Akil berharap kepolisian bisa bersikap lebih profesional dan tidak terpengaruh oleh politik, terutama tidak hanya berputar-putar di staf-staf MK.
Sementara itu, Direktorat I Pidana Umum Mabes Polri kemarin menggelar rekonstruksi lagi mengenai sidang pleno KPU yang menggunakan surat palsu MK sebagai dasar keputusan. Rekonstruksi tambahan di Gedung KPU itu dihadiri mantan dan komisioner KPU kecuali Andi Nurpati.
“Yang hadir Ketua KPU, lima komisioner KPU dan satu Bawaslu, itu semunya tujuh orang,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam di Mabes Polri.
Dia menjelaskan, rekonstruksi itu merupakan pengembangan hasil konfrontasi sejumlah saksi yang telah diperiksa penyidik, di antaranya Andi Nurpati.
Seperti diberitakan, Polri belum menemukan bukti kuat sindikasi dalam kasus surat palsu itu. Dengan alasan itulah hingga kemarin polisi tetap dengan keputusannya, yakni satu tersangka Masyhuri Hasan.
Andi Nurpati telah diperiksa empat kali oleh penyidik. Kendati demikian, penyidik belum menemukan indikasi ataupun bukti keterlibatan Andi dalam kasus tersebut. (D3,K24-43,25)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/03/154878
0 komentar:
Posting Komentar