Sebuah lakon wayang dibabarkan dalam sebentuk karya kolaborasi, oleh anak-anak yang mayoritas masih duduk dibangku sekolah dasar. Kreativitas para seniman belia itu mengemuka, sebelum kemudian menyatu bersama keindahan yang mengundang decak kagum para penonton.
ITULAH pentas karya wayang kolaborasi berjudul Gatutkaca Jedi, yang digelar di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Surakarta, Senin (4/7) malam lalu. Pergelaran karya yang disaksikan ratusan penonton tersebut dipersembahkan oleh anak-anak Sanggar Sarotama, Karanganyar.
''Pentas ini kami persiapkan untuk pembukaan acara temu dalang cilik. Dengan konsep kolaborasi untuk memberikan warna lain tentang kesenian wayang, '' ujar Mudjiyono SKar, pimpinan Sanggar Sarotama.
Malam itu, bersamaan dengan pentas wayang kolaborasi tersebut, penyelenggaraan Temu Dalang Cilik Nusantara IV Tahun 2011 sedang dibuka. Melibatkan tak kurang 77 dalang bocah dari berbagai daerah di Nusantara, pergelaran akan berlangsung selama enam hari sejak Senin (47) malam hingga Sabtu (97) malam mendatang.
''Dengan menghadirkan konsep pentas wayang kolaborasi ini, kami berharap anak-anak bisa semakin mengenal wayang dalam berbagai bentuk pertunjukannya. Harapan kami, mereka semakin cinta wayang yang merupakan warisan budaya leluhur,'' jelas dia.
Indah
Di tangan anak-anak Sanggar Sarotama dalam judul Gatutkaca Jedi, wayang menjadi semakin berwarna. Tak cukup menghadirkan dua dalang bocah, yakni Anggit Laras Prabowo dan Canggih Triatmojo Krisno, pentas tersebut juga menghadirkan bentuk kesenian wayang yang lain, yakni wayang wong. Maka lihatlah ketika kayon sudah dibedol sebagai tanda dimulainya wayang kolaborasi. Dua kelir dari Anggit dan Canggih kemudian segera mengalirkan lakon.
Bergantian mereka menunjukkan kepiawaiannya berolah pakeliran, baik itu melalui catur, sabet, hingga gendhing gendhing yang dihadirkan untuk mengiringinya. Di sela itu, pada adegan tertentu, ada pemandangan yang lain tentang kesenian wayang.
Simak misalnya ketika adegan goro-goro menghadirkan dua pemain wayang orang bocah, yakni Adam dan Yoga, yang berperan sebagai Bagong dan Gareng. Atau ketika adegan perang antara Gatutkaca dengan raja raksasa, divisualkan dengan tarian indah oleh Gagad dan Billy.
''Selain piawai menjadi dalang, anak-anak di Sanggar Sarotama banyak yang bisa menari. Jadi tak masalah ketika ada pentas kolaborasi semacam ini,'' kata Muji.
Lakon yang berkisah tentang penempaan kesatria bernama Gatutkaca ini, terus mengalir bersama keindahan karya seninya. Gatutkaca yang sedang menjadi jagonya para dewa untuk menumpas angkara murka, terasa sedemikian digdaya, sedigdaya anak-anak yang mementaskannya.(Wisnu Kisawa, Sri Wahjoedi-26)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/6 Juli 2011
0 komentar:
Posting Komentar