Sabtu, 23 Juli 2011

Makan Nasi Cadong dan Mandi Bak Bidadari

PRIA berbaju koko dengan kepala berbalut kopyah itu bersalaman hangat dengan sejumlah narapidana dan tahanan di depan masjid Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kedungpane Semarang. Bibir bertimpal kumis dan jenggot tipis itu tak henti-hentinya menyunggingkan senyum cerah.
Beberapa saat kemudian, pria kelahiran Tegal, 16Agustus 1965 itu sudah berada di ruang tunggu LP. Sekitar 18 orang pimpinan kecamatan se-Kabupaten Tegal mengerumuninya. Di antara gayengnya perbincangan penuh tawa itu, suasana tiba-tiba berubah sendu.
"Sabar saja, tabah. Yang diuji bukan saya, kalian, atau rakyat Tegal, tapi hukum negeri ini," kata pria berbadan kecil yang tak lain adalah Bupati Tegal Agus Riyanto SSos MM itu.
Ya, sejak Selasa (28/6), bupati dua periode ini menghuni Blok J kamar No 8 LP Kedungpane.
Tersangka kasus dugaan korupsi proyek Jalan Lingkar Kota Slawi (Jalingkos) 20062007 itu ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah. Tak lama lagi suami Marhamah itu akan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang.
Mendengar perkataan Agus, beberapa camat yang berkunjung menitikkan air mata. Salah satu dari mereka berkata, "Bapak memang luar biasa tabah.
Harusnya kami yang mengatakan hal itu, tapi kok didahului," katanya.
Namun kesedihan tak berlangsung lama. Para camat dan bupati segera terlibat perbincangan serius menyangkut roda pemerintahan dan keadaan masyarakat terkini. Mereka menyampaikan bahwa apa pun yang terjadi, rakyat Slawi tetap menganggap Agus Riyanto sebagai pemimpin mereka yang sejati.
Sang bupati pun mengamini.
Ia mensyukuri dukungan yang luar biasa itu sebagai penambah semangat dalam berjuang melawan tudingan minor sebagai koruptor.
Tak hanya para camat, dukungan juga mengalir dari lapisan terbawah. Pagi sebelum jumatan, Agus Riyanto lebih dulu menerima kunjungan 20 kepala desa yang mewakili 287 desa/kelurahan di kota penghasil teh itu.
Anak buahnya di Pemkab Tegal pun tak ketinggalan.
Mereka lebih dulu membesuk bupati pada dua hari pertamanya menghuni tahanan. Sebagian bersama rombongan istrinya Rabu (29/6) lalu dan serombongan lain Kamis (30/6).
Tiga Anak Namun tak ada yang paling ditunggunya selain kedatangan tiga putrinya, Rosmalia Yulia, Dian Aulia, dan Enka Mutu Manikam. “Besok (hari ini) istri dan anak-anak katanya ke sini.
Lucunya, Si Enka, yang paling kecil itu kan tidak tahu ya, pas telepon tadi katanya kalau sampai sini minta dibelikan es krim.” Dukungan dari orang-orang terdekat itu membuat Agus merasa tak sendiri. Hari-harinya di balik jeruji besi dilaluinya dengan ringan. Alih-alih merasa tertekan, ia malah mengaku sangat kerasan.
“Lebih enak di sini, makan teratur, tidur teratur. Kalau di rumah kan malah sering tidak sempat makan karena banyak tamu dan kerjaan,” katanya diakhiri tawa.
Dalam hal makan, pria yang mengaku hidup susah semasa muda ini tidak menemui persoalan. Jumat pagi kemarin, dia mengaku sangat menikmati sarapan seadanya dengan nasi jatah penjara berlauk tempe dan telur separo.
“Biarpun nasi cadong (jatah), makan bareng teman-teman nikmat sekali. Saya malah makan dengan porsi lebih banyak dari biasa, mungkin kalau keluar dari sini saya akan lebih gemuk,” tutur jebolan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta ini.
Pendiri grup band indie “GOne” ini juga terkesan dengan cara mandi yang menurutnya seperti bidadari.
“Di sini tidak seseram yang dibayangkan orang. Mandi bareng di kolam itu asyik. Saya merasa seperti bidadari ha-ha-ha,” candanya.
Malam hari pun, dinginnya sel tahan sama sekali tidak mengusik. Ketika matahari sudah tiba di peraduan, Agus menanti kantuk dengan mengobrol bersama rekan-rekan sekamarnya. Dengan para napi dan tahanan di blok khusus tipikor itu, Agus cepat sekali akrab.
Hal ini karena sebagian besar orang-orang itu terdiri atas para birokrat dan politikus yang sudah dikenalnya sejak lama.
Mereka mengobrol apa saja.
Dari soal remeh hingga politik dan seputar kasus masing-masing yang dihadapi. Kemarin malam, dia pamit tidur pukul 22.00 untuk bangun lagi ketika subuh.
“Habis subuhan saya tidur lagi, kebiasaan seperti di rumah, terus jam 9 bangun ada tamu teman-teman kepala desa itu,” cerita penyuka seni yang pernah membacakan puisi gaya Tegalan di Warung Apresiasi Seni Bulungan, Jakarta itu. (43)




Sumber Berita : http://suaramerdeka.pressmart.com/mPaper.aspx?pubid=18025&dt=02072011&cid=1&seq_no=1_32&type=2

0 komentar:

Posting Komentar