Jumat, 22 Juli 2011

Andi Nurpati Layak Dijadikan Tersangka

JAKARTA - Kesaksian yang diberikan oleh mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan, semakin membuka tabir kasus pemalsuan surat MK. Peran mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati serta beberapa orang lainnya pun semakin jelas terlihat.
Dari pengakuan Masyhuri, yang saat ini sudah dijadikan tersangka oleh kepolisian, diketahui bahwa dirinya didesak oleh tiga orang untuk segera mengirimkan draf surat MK (palsu) tertanggal 14 Agustus 2009 ke KPU. ketiga orang itu adalah Andi Nurpati, Bambang yang merupakan ajudan dari politikus Partai Hanura Dewi Yasin Limpo, serta Neshawati, yang tidak lain adalah putri dari mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi.
Atas dasar itu, anggota Panja Mafia Pemilu DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Yassonna Laoly menilai bahwa peran yang dimainkan oleh Andi Nurpati lebih besar dari apa yang diperankan oleh Masyhuri Hasan. Oleh karenanya, Laoly berpendapat bahwa Andi Nurpati layak dijadikan tersangka dalam kasus pemalsuan surat tersebut.
“Panja melihat peran Ibu Andi Nurpati lebih besar daripada Masyhuri Hasan. Masyhuri Hasan melakukan kesalahan karena didesak oleh tiga orang itu. Kalau Masyhuri sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka yang berperan lebih besar, seharusnya juga begitu,” ujar Laoly di sela-sela sidang paripurna penutupan masa sidang DPR di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, kesalahan yang dilakukan oleh Masyhuri adalah mengirimkan surat keputusan MK yang palsu ke KPU atas desakan tiga pihak tersebut. Selain itu, Masyhuri juga men-scan tanda tangan ketua panitera MK ke dalam surat tersebut.
“Tapi dia (Masyhuri Hasan) mengakui kesalahannya, mengirimkan surat dan memalsukan tanda tangan,” terangnya.
Surat palsu itulah yang akhirnya digunakan oleh Andi Nurpati dalam rapat pleno KPU tanggal 2 September 2009, yang memenangkan politikus Hanura, Dewi Yasin Limpo, dalam sengketa perolehan suara dengan politikus Gerindra Mestariyani Habie.
Ditambahkan, menurut pengakuan Masyhuri, yang mengonsep surat palsu tersebut adalah panitera MK Zaenal Arifin Hoesein dan panitera pengganti Mohammad Faiz.
“Dia (Masyhuri) sudah bilang ke Andi bahwa (yang dikirimkan) itu draf, bukan surat resmi,” imbuh Laoly.
Pimpinan Panja Mafia Pemilu Ganjar Pranowo mengungkapkan, pihaknya akan mengkonfrontasi mantan anggota KPU Andi Nurpati dengan mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi.
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan karena berdasarkan keterangan Masyhuri Hasan ternyata Dewi Yasin Limpo juga ada saat pertemuan Hasan dengan Andi Nurpati saat menyerahkan surat MK yang asli di JakTV tanggal 17 Agustus 2009 malam. Ada juga pertemuan Andi Nurpati dengan hakim konstitusi Arsyad Sanusi di MK.
“Hal seperti ini kan sebelumnya tak pernah terungkap. Maka agar nanti tidak ada fitnah, mereka mesti dipanggil ulang untuk konfrontasi,” ujarnya di sela-sela rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Kendati demikian, politikus dari FPDIP ini menyatakan bahwa Panja kini sudah cukup mendapat keterangan dari berbagai pihak yang terkait dengan kasus surat palsu MK.
“Tinggal Panja meyakinkan saja dalam konteks surat palsu ini keterangan mana yang benar untuk kita ambil kesimpulan,” tukas Ganjar.
Ketua Panja Chairuman Harahap mengatakan, dari keterangan Masyhuri Hasan semakin jelas siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat dalam kasus pemalsuan surat MK selain Andi Nurpati.
“Arsyad Sanusi dan Dewi Yasin Limpo juga berperan penting. Hasan mengaku ada komunikasi antara dia dengan Neshawati, Arsyad, Dewi, serta Andi di berbagai kesempatan,” katanya.
Wakil Ketua Panja Abdul Hakam Naja menyatakan, Hasan juga mengungkapkan peran Arsyad Sanusi. Saat itu, Hasan dipanggil Arsyad agar datang ke apartemennya pada 16 Agustus. Panggilan itu disampaikan Nesha melalui telepon.
“Ternyata disuruh ambil draf yang dibuat Arsyad. Isi surat ada kata penambahan,” tuturnya.
Draf surat itu disertai nota dinas Arsyad untuk dibawa ke Zaenal guna dimintakan tanda tangannya sebagai panitera.
“Zaenal tidak mau tanda tangan karena sudah ada perubahan setelah ketemu dengan ketua MK, yaitu tidak ada kata penambahan. Surat itu oleh Hasan disimpan, kemudian dimusnahkan,” kata Hakam. (J22,K32-43)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/23 Juli 2011

0 komentar:

Posting Komentar