HAMPIR semua ilmuwan sepakat setiap bentuk kehidupan di bumi pernah berada di tingkat paling rendah, yaitu mikroorganisme. Tahun 1924, ahli biokimia Rusia, Alexander Ivanivich Oparin, menyatakan semua bahan baku kehidupan sudah ada di bumi sejak semula.
Energi matahari dan proses yang belum diketahui telah memicu kemunculan kehidupan. Tak lama setelah itu, ahli biologi Inggris, John BS Haldane, berspekulasi lebih jauh. Dia mengemukakan kehidupan bumi berasal dari subprotein panas — senyawa antara uap air, karbondioksida, dan amoniak. Semua unsur kimia itu bergabung akibat ulah sinar ultraviolet matahari. Kedua hipotesis itu berkembang dari penemuan ilmiah 75 tahun sebelumnya. Itulah teori evolusi biologis Charles Darwin.Namun sekalipun asam amino bakal protein bisa terbentuk di bumi purba, para ilmuwan selama ini tak yakin apakah proses berikutnya, yakni pembentukan rantai molekul, dapat terjadi. Jawaban datang dari hasil penelitian Clifford Matthews dan Robert Ludickly di Universitas Illinois AS. Mereka berhasil mengenali proses pembentukan molekul protein. Matthew yakin reaksi pembentukan berantai merupakan reaksi organik yang paling sering terjadi di alam semesta. Alam semesta kaya unsur organik bakal kehidupan. Unsur-unsur kimia itu dibentuk di dapur nuklir bintang-bintang berusia lanjut.
Pada bintang bintang muda, reaksi nuklir di pusat bintang mengubah hidrogen menjadi helium. Jika sebagian besar hidrogen sudah diubah menjadi helium, unsur helium pun dibakar menjadi unsur karbon.
Proses itu terus berlangsung. Karbon diubah menjadi nitrogen dan oksigen sehingga akhirnya pusat bintang membentuk unsur-unsur berat. Dalam astronomi, reaksi itu dikenal dengan sebutan reaksi triplealpha. Melalui proses ledakan bintang (nova), unsur yang terbentuk dikembalikan ke ruang antarbintang, mencemari kabut antarbintang yang semula hanya terdiri atas atom-atom hidrogen.
Matahari kita merupakan bintang generasi muda yang lahir dari kabut kaya unsur berat. Semua planet dalam tata surya mempunyai komposisi materi dari kabut bakal matahari (protosolar). Namun bumi yang muda belum mempunyai atmosfer seperti sekarang. Gejolak-gejolak di permukaan bumi yang masih lunak melepaskan gas-gas seperti metana (CH4), amoniak (NH3), dan uap air yang terperangkap di perut bumi.
Maka segera terbentuklah atmosfer purba bumi.
Sementara itu, bombardemen unsur-unsur kosmos terus berlangsung, memperkaya atmosfer bumi. Energi petir dan ultraviolet memacu unsur-unsur untuk bergabung. Namun belum ada oksigen, yang bergabung ketika senyawa di atmosfer mengendap ke seluruh permukaan bumi. Sebagian besar mengisi lautan yang baru terbentuk. Reaksi dengan air menyebabkan pembentukan rantai protein yang makin rumit. Makin lama lautan bumi purba bagai air kaldu daging sapi kaya protein.
Oksigen Bebas
Dalam tata surya, kehadiran oksigen bebas merupakan ciri unik bumi. Oksigen bebas yang kini merupakan unsur kelima dalam atmosfer bumi modern sebagian besar berasal dari fotosintesis yang diawali serangan sinar ultraviolet matahari ke bagian terluar atmosfer bumi yang mengandung banyak uap air. Sinar kuat matahari memisah uap air atas unsur hidrogen dan oksigen.
Hidrogen yang jauh lebih ringan menguap ke angkasa luar. Atom-atom oksigen pun bergabung membentuk lapisan ozon (O3) yang menghalangi sinar ultraviolet matahari. Namun sebelumnya sinar ultraviolet matahari menembus permukaan lautan bumi, memasak makanan bagi bentuk kehidupan awal yang berkembang. Bentuk kehidupan (organisme) waktu itu akan memakan senyawa organik yang terbentuk di lautan bumi.
Hipotesis para astronom tentang awal mula kehidupan bumi bukan rekaan yang tak berlandaskan pertimbangan ilmiah. Di laboratorium biokimia Universitas Maryland, Cyril Ponnamperuma bersama ahli biokimia lain berupaya membangun atmosfer bumi purba. Keadaan dalam sebuah tabung bola tertutup dibuat sedemikian rupa sehingga bagian atas tabung merupakan atmosfer bumi yang mengandung metana, amoniak, dan uap air. Bagian bawah tabung merupakan lautan yang mengandung air. Bola kaca itu kemudian menerima radiasi kuat pada berbagai panjang gelombang. Ultraviolet yang dihasilkan lampu wasiat Aladin itu kira-kira sepersepuluh ribu kali lebih kuat ketimbang ultraviolet matahari yang mencapai bumi.
Dalam beberapa jam, duplikat energi matahari itu mampu mengubah atmosfer mirip bumi purba, yang pada zaman purba berlangsung ribuan jam. Dalam bejana kimia itu terlihat cairan pekat kecokelatan cikal bakal kehidupan; asam asam amino pembangun molekul protein dan adenin serat guanin, komponen asam nukleat.
Bukan hanya Ponnamperuma yang tertarik meneliti asal-usul kehidupan. Di Universitas Chicago, Stanley Miller dan Harold Urey tahun 1953 melakukan percobaan serupa. Mereka mereproduksi kondisi atmosfer purba dengan hidrogen, air, metana, dan amoniak dalam bejana dan memanasinya. Dalam seminggu mereka menemukan endapan senyawa organik penyusun kehidupan: asam amino. Ragam asam amino itu — glisin, alanin, aspartik, dan glutamik — adalah unsur dasar pembentuk protein, penyusun struktur sel, dan berperan penting dalam reaksi biokimia yang dibutuhkan kehidupan. Dengan penemuan Matthews beberapa waktu lalu, para ilmuwan makin percaya kehidupan bumi bermula dari bentuk paling sederhana.
Penemuan Metionin
Pada 21 Maret 2011, Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) menerbitkan hasil pengujian bahan penelitian Stanley Miller ñ yang dengan alasan yang tak pernah diketahui tidak pernah dicoba sampai Miller meninggal tahun 2007. Bahan itu mengandung hidrogen sulfida (H2S) yang belum pernah digunakan. “Hidrogen sulfida itu berfungsi menstimulasi kondisi awal atmosfer kita,” kata Eric T Parker dari Sekolah Ilmu Pengetahuan Kebumian dan Atmosfer Institut Teknologi Georgia, Atlanta, AS, dalam situs resmi NASA. Dia merupakan salah satu penulis utama dalam The Proceedings of the National Academy of Sciences yang berjudul “Primordial Synthesis of Amines and Amino Acids in A 1958 Miller H2S-rich Spark Discharge Experiment”.
Profesor Jefrey Bada dari Universitas California Los Angles (UCLA) yang berpartisipasi dalam penelitian itu mengatakan, “Sungguh mengagetkan, dengan menggunakan H2S, asam amino yang dihasilkan jauh lebih kaya dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya.”
Secara keseluruhan diperoleh 22 jenis asam amino dan 10 jenis di antaranya belum pernah ditemukan dalam percobaan serupa. Salah satu asam amino itu, metionin, berperan besar dalam kode genetik. “Metionin menginformasikan pada sel untuk menerjemahkan suatu desain menjadi protein,” kata Dr James Cleaves dari Carnegie Institution of Washington, anggota tim peneliti.
Kesimpulannya, penelitian menunjukkan peran gunung berapi pada pembentukan senyawa organik awal. Gunung berapi adalah sumber sulfur berlimpah. Kilat cahaya yang muncul saat gunung meletus seperti aliran listrik yang membangkitkan kehidupan. Jadi kawasan gunung berapi bisa jadi merupakan lokasi awal mula kehidupan karena merupakan daerah yang kaya senyawa organik, baik jenis maupun jumlahnya.
Penelitian lebih lanjut pada meteorit — partikel antariksa yang tidak habis terbakar di atmosfer dan jatuh ke bumi — menunjukkan selain kaya unsur karbon, meteorit juga mengandung beragam asam amino. Maka bisa jadi molekul penting yang berperan dalam kehidupan berasal dari antariksa dan mempercepat kemunculan kehidupan karena bahan baku sudah siap bersenyawa.
“Kami menemukan tipe asam amino yang dihasilkan dengan menambahkan H2S ternyata hampir sama dengan asam amino pada meteorit dari luar angkasa yang kaya karbon,” tutur D Jason Dworkin dari Goddard Space Flight Center yang memimpin Laboratorium Astrokimia NASA.
Kedengarannya ungkapan Dworkin aneh dan agak kabur, tetapi mukjizat kehidupan tiba-tiba menjadi kejadian biasa yang boleh terjadi di mana dan kapan saja, asal ada lingkungan yang mendukung. Jika kita mengharap kehidupan itu mirip di bumi, lingkungan yang dituntut pasti tidak akan jauh berbeda dari bumi kita.
Planet itu, yang diharapkan melahirkan kehidupan, harus mempunyai atmosfer yang mengandung asam sianida, amoniak, metana, dan uap air. Dan, begitu tanda kehidupan tampil, segera terbentuk ozon, sianida, dan unsur-unsur beracun lain akan musnah. (51)
Sumber Berita : Suara Merdeka CyberNews, 23 Mei 2011
- Amien Nugroho, pengamat teknologi tinggal di Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar