Selasa, 03 Januari 2012

Potret Kumuh Terminal Slawi

PEMANDANGAN lusuh dan kumuh beraroma kurang sedap kini menyapa areal terminal tipe C Slawi. Terminal yang berdiri diatas lahan kurang lebih 4.570 meter persegi itu menjadi salah satu aset untuk memasok pendapatan asli daerah setempat. Bisa dibayangkan tidak berfungsinya gorong-gorong dibagian belakang membuat banjir selalu menggenangi areal yang tahun ini memasok pendapatan sekitar Rp 162 juta tersebut.
Kepala UPTD terminal Slawi, Imam Sutanto pun tak menampik sering risih dengan para pemilik PO yang sudah membayar restribusi namun tidak dibarengi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. "Jujur saja target pendapatan yang dibebankan kami di tahun 2011 lalu sebesar Rp 169 juta. Namun ini sangat susah direalisasi lantaran jumlah armada yang masuk di terminal relatif tetap. Sulit untuk bertambah, namun kalau kurang justeru bisa. Di siang hari jumlah armada bus yang masuk relatif sama dengan malam hari sekitar 10 bus saja. Hal ini tak beda jauh disaat musim libur dan hari besar. Kalaupun ada penambahan pihak PO hanya mengeluarkan 1 hingga 2 bus cadangan," ujarnya.
Kondisi ini masih diperparah dengan keadaan sapras yang amburadul membuat sebagian pengemudi enggan memasuki areal terminal. Diapun tak mengelak kumuhnya keberadaan terminal saat ini sejalan belum tersentuhnya pola perbaikan gorong-gorong yang sudah hancur. Pengajuan sempat dilayangkan pihaknya, namun pengambil kebijakan berpikir dua kali untuk meluncurkan anggaran lantaran terminal tersebut ada wacana untuk direlokasi diareal Dukuhsalam yang dikembangkan menjadi terminal tipe A.
"Ini seperti buah simalakama. Disatu sisi memang ada wacana dari investor yang melirik lahan terminal ini untuk dikembangkan menjadi pusat perbelanjaan, dan membangunkan terminal tipe A dilahan Dukuhsalam. Disisi lain, kondisi lapangan semakin memprihatinkan khususnya dimusim hujan seperti sekarang ini. Lahan terminal seperti comberan dan menebar bau tidak bersahabat. Ini diperparah dengan sudah rusaknya TPS yang berada diareal belakang sehingga sampah berlarian kesana-kemari dibawa aliran air dari selokan," cetusnya.
Diapun tak kurang akal untuk meminimalisir dampak lebih parah akibat rusaknya fasilitas yang ada sekarang. Upaya menggerakkan personil yang ada untuk melakukan kerja bakti sebatas memperlancar aliran air diareal terminal dilakukannya seminggu sekali. Hal senada juga dilontarkan Kasubag TU UPTD terminal Suwondo.  "Ajuan untuk perbaikan TPS sudah sempat kami lakukan. Saat itu kami butuh anggaran sekitar Rp 60 juta namun dicoret oleh pengambil kebijakan. Sebenarnya kondisi yang ada sekarang memang terminal ini sudah tidak layak untuk dipertahankan. Anda lihat sendiri seluruh pagar keliling sudah tidak ada dan sangat rawan menjadi pemicu tindak kriminalitas yang mengancam penumpang maupun awak angkutan," ujarnya.
Dan dia mengakui kedatangan investor yang mau melirik dan menanamkan modalnya demi kelangsungan terminal yang lebih baik perlu disyukuri. Hal ini mengingat untuk mendatangkan dan mengaet investor tidak semudah membalikkan telapak tangan. Direncanakan pemkab akan memanggil investor untuk memaparkan rencana pengembangan terminal tipe A Dukuhsalam dengan ditindak lanjuti penandatanganan nohta kesepahaman. Keduanya berharap secercah pengharapan ini setidaknya bisa benar-benar terealisasi agar penataan terminal ditahun yang akan datang lebih bisa tertata lagi.
"Kami sudah siapkan konsep untuk mendongkrak pendapatan disektor terminal bila tipe A Dukuhsalam terealisasi. Setidaknya semua terminal bayangan yang tersebar di Yomani, Balapulang, Margasari, dan Balamoa bisa dihilangkan agar semua armada masuk ke terminal inti. Selama ini keberadaan terminal bayangan tersebut income pendapatannya tidak jelas dan tidak terkoordinir secara rapi. Dengan ditariknya armada bus diterminal bayangan tentunya angkutan pedesaan kembali bisa berperan aktif dan hidup kembali disana," terangnya. Kumuhnya kondisi terminal tipe C saat ini juga sangat memukul keberadaan pedagang yang menggantungkan hidupnya disana. Rata-rata penumpang merasa galau untuk memasuki terminal yang kotor, dan memilih menunggu bus keluar dari areal. Selebihnya atap tempat mereka berteduh menggelar dagangan juga sudah porak poranda tak pernah tersentuh renovasi sejak terminal ini didirikan tahun 1976 silam. (hermas purwadi wijayanto)
Sumber Berita : http://www.radartegal.com/index.php/

0 komentar:

Posting Komentar