Senin, 04 Juli 2011

Menggali Rezeki Ikan Pari

Pantai utara (Pantura) di sepanjang Jawa Tengah, khususnya mulai dari Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan hingga Batang menyimpan potensi perikanan yang cukup menjanjikan, salah satunya ikan pari.

Ikan tersebut kini banyak diekspor ke luar negeri untuk bahan makanan. Tak hanya itu, kulitnya pun dapat dimanfaatkan untuk membuat kerajinan, seperti dompet.  

Salah satu perusahaan pengekspor adalah PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Pekalongan. Perusahaan itu mampu mengirim sepuluh ton sirip ikan pari dalam sekali pengiriman.

Perusahaan itu pada 2009, menyuplai sirip ikan pari ke Surabaya untuk diekspor ke Korea Selatan sebanyak 10 ton. Sedangkan Oktober 2010, menyuplai 12,5 ton sirip ikan.

Pada 2011 pihaknya ditarget mengirim sebanyak 15 ton sirip ikan pari.
Namun, hingga akhir Juni ini, baru mampu mengumpulkan 4 ton ikan pari dalam bentuk fillet. Pengiriman sirip ikan terhambat harga dan bahan baku.

Daulat Putra (30) selaku koordinator operasional Perikanan Nusantara Pekalongan mengatakan, pihaknya kini kesulitan memperoleh bahan baku ikan pari dari nelayan dan tengkulak.

”Sejak pertengahan April lalu, kami tidak memproses ikan pari. Sebab, pasokan menurun dan harga di pasaran naik,” ungkapnya. 

Dia mengatakan, ikan pari dijual Rp 9.000 ñ Rp 9.500 per kilogram. Sedangkan pihaknya terpatok kontrak pada harga bahan baku Rp 8.500 per kilogram. Ikan tersebut diperoleh dari nelayan Batang dan Tegal.”Daripada merugi lebih baik menunggu harganya turun,” katanya.

Menurutnya, bahan baku bekurang karena pada musim angin barat hasil tangkapan nelayan menurun. Selain itu, nelayan dan tengkulak memilih menjual ke industri rumah tangga karena bersedia membeli lebih tinggi.

Pengolahan

Daulat mengungkapkan, ikan yang diekspor itu harus memenuhi standar, seperti tidak memar, sirip tak robek, dan tak ada luka, serta berwarna segar. ”Sejauh ini, kami bisa memenuhi standar tersebut,” kata Daulat.

Untuk jenis yang diterima adalah ikan pari kelapa (Trygon Sephen) dan ikan pari kembang (Trygon Kuhlii), sedangkan  jenis ikan pari burung (Aetomylus nichofii) dan ikan pari kampret (Gymnura micrura) tidak diterima karena tidak memenuhi standar.

”Ikan yang siripnya berbentuk segitiga tersebut lebih disukai pengusaha ikan asap, karena bau amoniaknya lebih menyengat,” jelasnya.

Adapun ikan pari kampret dagingnya terlalu tipis dan banyak tulang rawan yang menonjol sehingga jarang diminati pembeli.

Menyinggung soal proses pengolahan sirip ikan pari, dia mengatakan, awalnya dilakukan pemilihan bahan baku, pencucian, fillet, penimbangan per sepuluh kilogram, pengolahan dalam contact plate freezer selama lima jam, packaging, dan dimasuk ke dalam cold storage.

”Ikan pari yang sudah diproses bisa tahan hingga delapan belas bulan selama suhu penyimpanan berada di bawah suhu 20 derajat celcius,” terangnya.

Dia mengatakan, pengolahan ikan itu dikerjakan lima karyawan termasuk dirinya. ”Kami berusaha efisien dalam bekerja,” ujarnya.

Selain sayap, kata dia, bagian punggung dan kepala juga memiliki nilai ekonomis, bisa dijual untuk bahan baku tepung ikan untuk pakan ternak. Sedangkan kulitnya bisa dijadikan bahan baku industri dompet. Nilai jual tulang punggung ikan pari dan kulitnya mencapai Rp 400-Rp 800 per kilogram. Pemasaranya ke berbagai daerah di Jawa. (71)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/3 Juli 2011

0 komentar:

Posting Komentar