Rabu, 19 Oktober 2011

Pamitan Reni Ubai Boyongan ke Jakarta

YOGYAKARTA- Setelah resmi menjadi suami istri, KPH Yudanegara (Achmad Ubaidillah alias Ubai) dan GKR Bendara (Nurastuti Wijareni atau Reni), pamitan pada Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas di Gedung Jhene, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Rabu (19/10).
Upacara pamitan itu dilakukan setelah mereka selesai menjalani semua prosesi pernikahan.
Selanjutnya pengantin baru itu boyongan ke Jakarta. Reni mengikuti suaminya yang bekerja di Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres).
Prosesi pamitan diawali dengan penjemputan pengantin pria oleh GBPH Prabukusumo, adik Sri Sultan,  dari kompleks Kasatriyan menuju Gedung Jhene. Selanjutnya pasangan pengantin yang didampingi keluarga orang tua Ubai menemui Sultan dan GKR Hemas.
Selain mohon diri, Tursandi Alwi selaku wali pengantin pria juga menghaturkan terima kasih dan permohonan maaf pada keluarga keraton. ’’Kami memohon maaf, karena belum terbiasa dengan tata cara keraton,’’ ujarnya.
Tursandi mengakui, keluarganya yang berasal dari Lampung itu mengalami kesulitan dalam hal berbusana, sering salah dalam pilihan kalimat, serta tanpa disengaja bertingkah laku yang kurang pas dengan adat Jawa.
’’Kami akan terus menjaga dan memelihara budaya adiluhung ini. Kami sekaligus memohon izin pamit, kembali ke Jakarta untuk selanjutnya pada 27 November nanti ngundhuh mantu di Jakarta dengan adat Lampung,’’ katanya.
Utamakan Kejujuran
Kepada putri dan menantunya, Sri Sultan memberi sejumlah wejangan agar kehidupan pernikahan mereka langgeng dan lancar. Sultan mengingatkan Reni dan Ubai agar selalu mengutamakan kejujuran dan komunikasi.
Membina rumah tangga, kata Sultan, harus dilandasi kejujuran dan keikhlasan. Ketika ada masalah, harus dibicarakan dengan jujur dan jangan menyimpan rahasia. Sebab, bisa menimbulkan pertengkaran.
’’Emosi dan ambisi menang sendiri harus ditekan,” ujarnya sembari menambahkan, sebagai orang tua, kini kewajibannya telah selesai.
Sultan juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kelancaran prosesi pernikahan anaknya dan memohon maaf bila ada kesalahan.
’’Pasti ada kekurangan. Saya memohon maaf kepada semua pihak yang membantu pelaksanaan Pawiwahan Ageng, karena tidak mungkin menyelenggarakannya dengan sempurna,’’ katanya.
Upacara pamitan itu, kata Mas Prabu, panggilan akrab GBPH Prabukusumo, resmi menandakan pengantin keluar dari keraton untuk kembali beraktivitas seperti sebelum mereka menikah. Meski demikian, dalam setiap prosesi adat keraton, keduanya harus tetap ikut. (sgt-59)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/10/20/163432/

0 komentar:

Posting Komentar