Selasa, 18 Oktober 2011

Pesta untuk Sultan

PESTA Rakyat yang digelar untuk mangayubagya pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, benar-benar menjadi milik rakyat.

Sekitar seratusan angkringan yang telah disiapkan di sepanjang rute kirab GKR Bendara-KPH Yudanegara, habis menjadi rebutan sebelum kirab dimulai.

Rebutan semacam ini mengingatkan pada upacara arak-arakan gunungan sekaten. Tak ayal, gerobak-gerobak angkringan pun berderak-derak diserbu warga yang rela berpanas-panas menunggu kirab.

“Baru jam tiga sudah habis mas. Langsung dikerubuti, dan tidak bisa melarang wong orang banyak. Seharusnya kirab selesai, baru angkringan dibuka,” ujar Mudiyono, pedagang angkringan di depan Pasar Sore. Kirab dimulai pukul 16.00.
Sekitar 150 nasi bungkus, 200 jajanan, dan 200 plastik teh manis lenyap hanya dalam hitungan menit. Bahkan, Mudiyono tidak kebagian air minum untuk dirinya sendiri.

“Ini mau minum saja tidak bisa, airnya habis semua. Wadah gula saya juga hilang,” katanya seraya tersenyum.
Meski begitu, Mudiyono tidak kecewa. Baginya, peristiwa langka ini telah membuat masyarakat senang. “Ada yang kasih sponsor. Saya diberi Rp 500 ribu buat belanja,” ujarnya sembari menyebut nama sebuah perusahaan telekomunikasi swasta.

Hal senada diungkapkan Afriyanto, yang juga kehabisan ‘’suguhan’’ sebelum kirab dimulai.
Hampir sama dengan rebutan gunungan sekaten, orang yang kebetulan mendapat makanan berbagi dengan rekan yang ada di belakangnya.
Kemarin, arak-arakan keluar dari Keraton sekitar pukul 16.30. Pasangan mempelai mengendarai kereta Kyai Jongwiyat dengan kusir Mas Lurah Rotodiwiryo. Sejumlah kereta mengiringi keduanya, seperti kereta Landower, Suroboyo, dan Permili.

Puluhan ribu orang memadati jalanan dari Keraton hingga Kepatihan untuk menyaksikan kirab yang telah puluhan tahun tidak dilakukan itu.
“Saya datang mulai jam satu. Saya penasaran ingin melihat kereta-kereta keraton,” ujar Ratno Pambudi, yang datang dari Gunungkidul.

Poniah, warga Godean, bahkan sudah merencanakan jauh-jauh hari untuk melihat kirab tersebut. Dia datang berombongan dengan tetangganya sebanyak 70 orang. Mereka menyewa dua bus.
Inilah penghormatan dan ketulusan rakyat ketika mangayu bagya rajanya.
“Ini luar biasa. Warga menggalang dana sendiri untuk pesta angkringan,” ujar budayawan sekaligus kerabat Keraton KRT Jatiningrat.

Menurut pria yang akrab disapa Romo Tirun Marwito ini, hubungan harmonis antara rakyat dan raja ini menjadi sumber persatuan. Keharmonisan seperti itu layak ditiru masyarakat di daerah lain. Yogyakarta telah menunjukkan bahwa pengabdian rakyat bukanlah suatu hal yang aneh, tentu saja jika penguasa menyatu dengan rakyatnya. (Sony Wibisono-43)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/10/19/163277/

0 komentar:

Posting Komentar