RISET Lingkaran Survei Indonesia bulan Juni memperlihatkan hasil yang mengecewakan. Popularitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di mata rakyat merosot tajam. Dari 66% saat dipilih dalam Pemilu 2009 menjadi 47% saat ini.
Inilah angka popularitas terendah yang diekspresikan rakyat terhadap SBY. Sejak dipilih untuk periode kedua dua tahun lalu, penurunan popularitas menjadi tren dominan SBY.
Hasil survei LSI dan seluruh penjelasannya menimbulkan pro dan kontra. Para politikus Partai Demokrat umumnya menganggap survei LSI tidak mencerminkan fakta sesungguhnya, yaitu SBY sampai hari ini memperoleh apresiasi tinggi di kalangan luar negeri.
Naik atau turunnya popularitas seorang presiden merupakan hal wajar. Tergantung kepiawaian mengelola isu dan momentum serta substansi.
Menurut penjelasan LSI, dua faktor utama yang membuat popularitas SBY anjlok di bulan Juni. Pertama, kaburnya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke Singapura di tengah isu suap yang merebak ke berbagai orang dan instansi. Kedua, ialah kebiasaan SBY yang rajin curhat ke publik tentang berbagai perkara.
Menurut psikologi politik, seseorang yang tidak lagi berkesempatan untuk memimpin tidak terlalu peduli pada popularitas sehingga bisa saja popularitasnya anjlok karena menjengkelkan banyak orang.
Namun, di sinilah letak pertaruhan popularitas itu. Bila SBY berani tidak populer untuk sebuah kebijakan visioner yang dirasa sakit saat ini tetapi bermanfaat besar bagi generasi mendatang, inilah kemerosotan yang patut diacungi jempol.
Misalnya, SBY berani tidak populer dengan memelopori asas pembuktian terbalik dalam pengusutan perkara korupsi. Atau moratorium penerimaan pegawai negeri, atau melarang segala jenis pengemisan di jalan raya, dan banyak lagi.
Tetapi yang amat disayangkan ialah SBY mengorbankan popularitasnya hanya karena tidak mampu memaksa Nazaruddin kembali dari pelarian di Singapura. Pantas rakyat kecewa karena Nazaruddin tidak semata menghina kewibawaan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, tetapi sekaligus meledek SBY yang mengatakan memimpin sendiri perang melawan korupsi sebagai presiden.
Terlalu murah menggadaikan popularitas hanya untuk atau karena Nazaruddin. Tidak ada argumen yang patut dibenarkan. Kita menunggu angka LSI untuk bulan berikut.
http://www.mediaindonesia.com/28 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar