RENCANA peresmian masjid Agung Slawi, perpustakaan, dan jalan protocol Slawi, yang akan dilaksanakan tanggal 5 Juli nanti dan sebelumnya direncanakan akan diresmikan oleh Bupati Tegal, menjadi persoalan bagi sebagaian masyarakat. Pasalnya, Bupati Tegal sedang ditahanan di Semarang. Melihat keadaan seperti itu, Jumat (1/7) kemarin, Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara memohon kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Slawi agar dapat mengeluarkan ijin keluar tahanan selama sehari bagi Bupati Tegal H Agus Riyanto SSos MM.
Ketua Umum DPD Parade Nusantara Kabupaten Tegal, Akhmad Kusen atau yang biasa dipangil Sendi, datang didamping Ketua Bidang OKK DPW Parade Nusantara Jetang, Urip Haryanto. Mereka menyampaikan, diharapakan kejaksaan dapat memberikan ijin agar Bupati Tegal dapat kelaur sehari untuk meresmikan pembangunan yang didambakan masyarakat.
“Kami jamin, Bupati Tegal tidak akan melarikan diri, dan kami sangat menghormati Kejaksaan. Apapun keputusan yang diambil, apakah bisa keluar atau tidak, kami harap Kejakasaan tidak menyakiti perasaan masyarakat,” katanya.
Urip Haryanto menambahkan, pihaknya selain menghormati persoalan hukum juga sangat mengormati Bupati. Karena biar bagaimanapun, Agus Riyanto masih sebagai Bupati Tegal. Karena itulah, pihaknya meminta ijin keluar bagi Bupati. “Kami sangat berharap, Bupati dapat meresmikan bangunan sesuai rencana awal. Karena itulah, kami berharap agar Kejaskaan dapat memenuhi permohonan kami,” ungkapnya.
Pada saat mengajukan permohonan ijin kelur sehari tersebut, Parade Nusantara ditemui oleh Kasubsi Penyidikan Pidsus Kejari Slawi, M Sukron SH. Menurut Sukron, pihaknya akan menyampaikan kepada Kepala Kejari dan akan mempelajari permohonan terebut. “Senin mungkin kami akan memberitahukan permohonan yang disampaikan oleh Parade Nusantara,” katanya.
PINTU MASUK
Permohonan ijin keluar untuk Bupati Tegal yang dilakukan DPD Parade Nusantara Kabupaten Tegal dan DPW Parade Nusantara Jateng, pun mendapatkan dukungan moril dari sejumlah aktivis pergerakan mahasiswa dan organisasi lainnya di Kabupaten maupun Kota Tegal.
Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Tegal, Trio Pahlevi menyebut permohonan ijin tersebut sekadar simbol untuk mengurai ke substansi persoalan yang sebenarnya terkait proses hukum jalingkos. “Ini sekedar pintu masuk. Pada prinsipnya, kawan-kawan di pergerakan juga kaget dengan berita soal status penahanan Bupati Tegal yang ternyata sebagai tahanan titipan Kejari. Padahal, publik terlanjur tahu bahwa kasus jalingkos ini telah resmi diambil alih Kejati Jateng sejak akhir 2009 lalu. Maka layak dipertanyakan, bahwa banyak persoalan yang terabaikan dalam penyidikan proses hukum jalingkos ini,” ungkapnya.
Sementara, aktivis Universitas Pancasakti (UPS) Tegal, Didi Kusaeri menyampaikan rencana penyikapan pergerakan mahasiswa di Kabupaten dan Kota Tegal terhadap banyak substansi persoalan Jalingkos yang sejauh ini luput dari sentuhan hukum. Dia mencontohkan kasus pemalsuan identitas, tanda tangan serta rekening fiktif di Bank Jateng saat pembebasan lahan Desa Dukuh Salam yang hingga kini belum mendapatkan tindak lanjut.
“Ada tindak kriminal di wilayah ini yang terabaikan, sehingga hak-hak warga untuk mendapatkan ganti rugi terabaikan. Maka harus ada penyikapan hukum dari aparat terhadap pelaku pemalsu tanda tangan ini. Itu sebabnya kawan-kawan pergerakan membentuk Aliansi Gerakan Mahasiswa guna mengawal sekaligus mengadvokasi para korban,” terang mantan Ketua Cabang HMI Tegal ini.
Sementara, Kepala Divisi Kajian Lembaga Nalar Terapan (LeNTera) Tegal, Akhmad Saefudin SSos menegaskan signifikansi penyelesaian kasus Dukuh Salam sebagai pintu masuk bagi penyidikan kasus jalingkos hingga ke akar-akarnya. Menurutnya, pemalsuan rekening pemilik lahan untuk kepentingan pencairan ganti rugi pembebasan lahan di Dukuh Salam bisa dianggap sebagai modus kejahatan perbankan.
“Saya menjadi layak menduga, bahwa proses pengalihan pinjaman daerah tahun 2007 yang semestinya masuk ke kas daerah tetapi justru ke rekening pribadi Budi Haryono, adalah benar adanya oleh sebab adanya modus serupa di tahun 2006,” tegasnya.
Karena itu, alumunus Sosiologi Unsoed ini pun memandang penyidik Kejati telah lalai, lantaran mengabaikan rekening Budi Haryono sebagai barang bukti untuk proses penyidikan. Padahal, dari rekening itulah segala aliran dana Jalingkos tahun 2007 akan terkuak. “Sehingga bisa diketahui, siapa-siapa yang sesungguhnya menikmati aliran dana Jalingkos ini. Mereka inilah yang semestinya bertanggung jawab dihadapan hukum,” pungkasnya. (fat)
0 komentar:
Posting Komentar