Kamis, 18 Agustus 2011

Dalam Mimpi pun Mengawal Sang Proklamator

Pengalaman menjadi pengawal pribadi Presiden Soekarno selama 20 tahun (1950-1970) tentu merupakan kisah sejarah yang menarik dan berkesan. Itulah yang dialami pensiunan polisi, Dalimin Ronoatmodjo (92). Pada usianya yang mendekati seabad, memorinya masih cukup tajam untuk menceritakan kembali kisahnya selama mengawal Sang Proklamator.
BICARANYA jelas, meski pendengarannya mulai menurun. Fisiknya pun masih sehat. Tak heran, setiap peringatan 17 Agustus, Dalimin yang kini menetap di kampung asalnya, Desa Ori, Kecamatan Kuwarasan, Kebumen, masih kuat memenuhi undangan untuk mengikuti upacara HUT Kemerdekaan RI di Alun-alun Kebumen, seperti yang dilakukannya kemarin (17/8).
Dalimin menuturkan, kariernya sebagai anggota Brimob dimulai tahun 1948 melalui perekrutan di Sukabumi, sebagai polisi Belanda. Dia kemudian ditempatkan di Batavia (Jakarta). Pada masa penjajahan Jepang, Dalimin sering bertugas mengawasi petani yang membawa beras di Stasiun Kereta Api Gambir dan Jatinegara.
”Saya tidak meniru kekejaman polisi Belanda. Saya juga tak mau merampas barang milik petani pada masa penjajahan Jepang. Justru mereka saya lindungi,” ujar lelaki yang memiliki 12 cucu, 25 buyut, dan satu canggah itu terkekeh, usai upacara.
Dia kemudian masuk pasukan Molbrig (kini Brimob) dan ikut berjuang melawan Belanda serta menumpas pemberontakan PKI Muso di Madiun
tahun 1948. Berkat rekam jejak dan loyalitasnya, tahun 1950 Dalimin diangkat sebagai pengawal pribadi Presiden Soekarno dengan pangkat Inspektur Polisi Tingkat Satu.
Sejak itulah Dalimin sangat dekat dengan Soekarno dan keluarganya, termasuk dengan Ibu Negara Fatmawati.
Dalimin masih ingat berbagai kenangan bersama keluarga Bung Karno. Bahkan ia hafal tahun kelahiran anak-anak Soekarno, mulai Guntur (1942), Megawati (1947), Rachmawati (1950), Sukmawati (1951), dan Guruh (1952).
Menurut Dalimin, banyak hal diajarkan Sang Proklamator, dari yang sederhana hingga falsafah negara. Hal yang tak ia lupakan adalah sikap disiplin, teliti, dan selalu tampil rapi pada diri Soekarno. Di sisi lain, meski merupakan negarawan besar, ternyata Bung Karno memiliki sikap humor dan perhatian besar pada orang kecil seperti Dalimin.
Dia mengisahkan, saking senangnya memiliki lima anak dari Ibu Fatmawati, dua laki-laki dan tiga perempuan, Bung Karno pernah mengadakan syukuran di Istana Negara. Kala itu semua petinggi negara telah hadir. Dalimin pun mengajak adiknya, Salimin, ke Istana.
Sampai di Istana, acara makan-makan telah dimulai. Kepada Bung Karno, Dalimin mengaku dirinya mengajak sang adik. Saat itu tinggal satu kursi kosong di dekat Bung Karno, dan di luar dugaan orang nomor satu di negeri ini kala itu memanggilnya. ”Dalimin, kowe wis telat, lungguh kene lan mangan dhewe ya (Dalimin, kamu terlambat, duduk sini dan makan ya),” ujar Bung Karno.
Dalam hal kebersihan dan kerapian, pria berjuluk Pemimpin Besar Revolusi itu dikenal sangat peduli. Suatu saat Dalimin diminta mengawal Bung Karno dan Guntur keliling Istana jalan kaki. Mereka sampai di pos keamanan di bagian depan. Bung Karno melihat kamar kecil. Menjumpai toilet kotor, ia langsung memerintahkan semua anggota pasukan pengawal berkumpul. Bung Karno meminta mereka menjaga kebersihan di semua ruangan, termasuk kamar mandi.
”Jika kalian tidak sanggup, saya sendiri yang akan membersihkan, begitu kata Bung Karno. Kalau sudah begitu artinya beliau marah,” kenang Dalimin.
Dipanggil Ibu Fatmawati
Bung Karno, lanjut Dalimin, juga tipe pemimpin yang gila kerja dan tak suka orang santai di pagi hari. Dalimin pernah diajak melihat lapangan tenis di salah satu sisi Istana Merdeka. Setiap pagi, dari Istana terlihat orang bermain tenis di lapangan itu.
Lantaran tidak suka, Soekarno memerintahkan agar lapangan tenis peninggalan Belanda tersebut dibongkar, kemudian diubah menjadi bangunan masjid dengan nama Baitul Rahim.
”Bung Karno tidak suka melihat orang main tenis tiap pagi. Itu kebiasaan orang Belanda yang tak patut ditiru,’’ ujar Dalimin.
Sikap lain yang membuat Dalimin kagum adalah Bung Karno berjiwa besar dan tidak pendendam. Suatu saat sang presiden diundang menghadiri bazar di Sekolah Cikini, tempat Guntur sekolah. Saat itulah terjadi percobaan pembunuhan dengan pelemparan granat terhadap rombongan presiden. Tiga pelaku ditangkap dan diadili.
Bung Karno tidak dendam pada ketiga tersangka. Kepada hakim, ia menyerahkan sepenuhnya hukuman apa yang layak, karena ia merasa masih dilindungi Tuhan sehingga selamat dari insiden itu.
Lantaran kesetiaannya kepada sang presiden pertama RI yang tutup usia pada tahun 1970 itu, Dalimin hingga sekarang mengaku masih kerap bermimpi seputar kehidupan Istana Negara. Dan anehnya, setiap bermimpi seolah-olah dia masih menjadi pengawal Bung Karno.
Bahkan ketika Bung Karno wafat, dia bermimpi bertemu Ibu Hartini, istri keempat Soekarno. Kala itu dalam mimpinya Dalimin melihat baju-baju Bung Karno ada di rumah Ibu Hartini. Ketika berpapasan, Bung Karno meminta agar tidak usah bilang ke orang lain kalau dirinya ada di rumah itu.
”Anehnya mimpi itu masih sering berulang,’’ kata dia.
Dalam penampilan pun Dalimin sangat terkesan dengan mantan atasannya itu. Terutama dalam kerapian dan kenecisan. Tentu saja lebih dari itu semua, ia yang dipercaya tidak saja mengawal Bung Karno namun juga keluarga dan Ibu Negara, memperoleh pengalaman yang sangat berharga.
Dengan bangga Dalimin mengisahkan, saat Ibu Negara Fatmawati mulai sakit-sakitan dan dirawat di RS St Carolus Jakarta selama tiga bulan, ia pula yang mendampingi. Bahkan pada 1966 ia mengawal Fatmawati berobat ke London selama dua pekan. Kala itu London tertutup salju sehingga Dalimin memakai pakaian rangkap tujuh.
Ada pula memori menarik ketika suatu malam Dalimin yang sudah tidur dibangunkan juru masak Istana,  sekitar pukul 02.00. Ia dipanggil ke kamar Ibu Fatmawati yang belum tidur. Ternyata Ibu Negara hendak curhat dan sekaligus mengutarakan pujian atas kesetiaan Dalimin.
”Dalimin, aku belum bisa tidur. Aku paling respek sama kamu karena kamu beda dari pengawal yang lain. Kamu ke mana-mana jika tidak dinas selalu dengan istrimu,’’ ucap Fatmawati.
Rupanya Fatmawati sedang gelisah dan murung memikirkan istri-istri Bung Karno lainnya.
’’Beliau kan dimadu,’’ ujar Dalimin sembari tersenyum. (Komper Wardopo-59)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/18/156488/

0 komentar:

Posting Komentar