Sabtu, 20 Agustus 2011

KPK-Telusuri-Kongsi-Anas-Nazar

JAKARTA- Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum diduga berkongsi dengan Muhammad Nazaruddin di perusahaan yang kini tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PT Anugerah Nusantara dan PT Panahatan. Terdapat bukti pembelian saham PT Anugerah Nusantara oleh Anas pada 1 Maret 2007. Mantan Komisioner KPU Pusat itu membeli 30 persen saham Nazaruddin. Saat itu Nazar masih berstatus sebagai wakil bendahara umum Partai Demokrat.
Anas juga memiliki saham di salah satu perusahaan Nazaruddin, PT Panahatan. Berdasarkan dokumen akta PT Panahatan pada 2008, Anas dan Nazaruddin memiliki 35.000 lembar saham. Sisanya dimiliki oleh adik Nazaruddin, M Nasir, yakni 30 ribu lembar saham.
Dengan nilai satu lembar saham Rp 1 juta, berarti Anas mempunyai andil Rp 35 miliar di perusahaan itu, Nazaruddin juga Rp 35 miliar, dan Nasir Rp 30 miliar. Dalam stuktur perusahaan, Nasir bertindak sebagai direktur, Nazaruddin komisaris utama, dan Anas sebagai komisaris.
Anugerah Nusantara memiliki anak perusahaan PT Anak Negeri. Perusahaan terakhir inilah yang terlibat dalam kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 di Palembang. Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang telah ditahan KPK karena tertangkap tangan saat melakukan transaksi suap dengan Direktur Marketing PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris dan Sekretaris Menpora Wafid Muharam. Mindo, El Idris, dan Wafid tengah menjalani proses sidang atas kasusnya.
Nazaruddin pun telah dijadikan tersangka untuk kasus suap itu. Oleh KPK, dia dituding menjadi otak pengatur suap. Sedangkan Nasir —yang semula disebut sepupu Nazaruddin namun ternyata adik kandung— telah dicekal tidak boleh bepergian ke luar negeri meski statusnya belum jelas.
Anas Urbaningrum aman, setidaknya hingga kemarin. Dia tidak menjadi saksi, apalagi tersangka, dalam kasus tersebut. Namun KPK menegaskan bahwa apabila ditemukan bukti keterlibatan, KPK tidak akan ragu mengusut Anas. Hal ini dikatakan Wakil Ketua KPK M Jasin, Jumat (19/8).
’’Siapa pun, tidak hanya Anas. Kalau Anas memang terlibat dan ada penerimaan uang berdasarkan bukti-bukti, ya kita proses hukum,’’ tegas Jasin.
Dia menambahkan, hingga saat ini pihaknya terus melakukan pengumpulan bahan dan keterangan terkait kemungkinan keterlibatan perusahaan tersebut.
’’Kasus ini kan ada yang masuk dalam (kategori) pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan), ada yang masuk tahap penyelidikan, dan dua di antaranya sudah penyidikan. Artinya akan kami telusuri,’’ ujar Jasin.

Tidak Ada Deal
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, dirinya tidak memiliki deal apa pun dengan Nazaruddin. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu, menurut Presiden, tetap harus diproses sesuai ketentuan hukum.
Juru bicara Presiden, Julian Adrin Pasha, mengungkapkan SBY menyatakan keheranannya mendengar berita seputar surat Nazaruddin.
’’Justru Presiden menanyakan kenapa dikaitkan ke tingkat saya,’’ kata Julian menjawab wartawan di Bina Graha, kompleks Istana Presiden, Jumat (19/8).
Seperti diungkapkan pengacaranya, OC Kaligis, Nazaruddin mengaku telah mengirimkan surat ke Presiden yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Dalam suratnya, Nazar meminta SBY agar anak-istrinya tidak diganggu. Untuk ini, Nazar berjanji tidak akan menyebut nama-nama orang Demokrat maupun KPK yang terlibat dalam kasus tersebut. Dia juga rela dihukum seberat-beratnya asal keselamatan keluarganya dijamin.
’’Presiden mempersilakan penegak hukum memproses sesuai hukum di negara ini, tidak ada istilah deal-deal, konteksnya juga tidak ada,’’ kata Julian.
SBY, seperti dikatakan Julian, sudah berkomitmen menyerahkan penyelesaian kasus suap pembangunan Wisma Atlet ke proses hukum. Ada mekanisme hukum yang berlaku, yang kesemuanya kini sudah ditangani KPK.
’’Dia (Nazaruddin) mengatakan (apa saja), silakan dilanjutkan proses hukumnya. Bagaimana nanti prosesnya silakan saja. Yang jelas tidak ada kaitan dengan Presiden,’’ ujar Julian.
Mengenai surat yang kabarnya dikirimkan Nazar, dia mengaku hingga saat ini belum sampai ke tangan presiden. Jika benar Nazar sudah mengirimnya, pihaknya menduga surat tersebut masih berada di tangan kurir yang mengantar, karena memang belum sampai ke tangan SBY.
’’Karena suratnya sudah beredar, cc-nya ke seluruh Indonesia sementara suratnya sendiri enggak tahu di mana, saya kira mungkin ini masih dalam perjalanan dibawa tukang pos. Atau memang yang dimaksud dikirim itu ya dikirim melalui internet itu,’’ katanya.
Terpisah, Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat, Marzuki Alie menyatakan bahwa Nazaruddin mempunyai hak untuk diam atau bungkam saat diperiksa KPK.
’’Tersangka punya hak. Dia mau bicara atau tidak, punya hak. Namun KPK pasti punya cara mengorek keterangan Nazar,’’ ujar Marzuki di Gedung DPR. Aksi bungkam Nazar dikhawatirkan akan menutup kotak pandora kasus korupsi yang diduga melibatkan elite Partai Demokrat lainnya.
Kesempatan KPK
Yang pasti, tertangkapnya Nazaruddin merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya.
Pernyataan Nazar bisa dijadikan pintu masuk oleh KPK untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas. Persoalannya apakah KPK berani mengungkapnya.
Mantan Wapres Jusuf Kalla menilai, bila KPK serius, bukti-bukti hukum berdasarkan keterangan pihak-pihak di luar Nazarudin pasti bisa diperoleh.
’’Pembuktian KPK bukan hanya berdasar pengakuan, ada bukti-bukti hukum lain, apalagi sudah banyak pengakuan yang lain,’’ kata Jusuf Kalla di Yogyakarta, Jumat (19/8).
’’Kalau bukti hukum dan keterangannya masih kurang, bisa dicari di luar Nazaruddin,’’ tambahnya.
Menurut JK, panggilan akrab Jusuf Kalla, berbagai pengakuan yang bisa diperoleh dari pihak lain, seperti keterangan Mindo Rosalina Manullang, bisa dijadikan alat bukti sekaligus obat pengingat bagi Nazar jika bersikukuh lupa.
’’Dia (Nazar) boleh lupa, tapi diingatkan oleh yang lain. Saya kira dia lupa-lupa ingat,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, sikap bungkam Nazar hanyalah strategi karena merasa keluarganya terancam jika dia bersaksi di hadapan penyidik KPK.
Ketua Umum DPP Partai Hanura, Jenderal (Purn) Wiranto mengharapkan agar kasus Nazar semakin terbuka dan terang benderang seperti yang pernah dikatakan SBY. Sebab, kasus ini bukan hanya masalah Nazar dan Partai Demokrat, tapi masalah kebangsaan yang menyangkut pelanggaran hukum.
’’Oleh karena itu, yang terbaik adalah Nazar menggunakan hati nurani untuk menyuarakan kebenaran. Jadi semua isu tentang adanya tekanan dan ancaman terhadap Nazar akan hilang sendirinya jika dia membuka semuanya,’’ katanya.
Menurutnya, kalau hal ini tidak terjadi, maka yang ada adalah masyarakat semakin apatis serta tidak percaya, sehingga apa pun yang dilakukan proses hukum tidak akan menghasilkan sesuatu yang bagus. (J13,A20,K24, J22,K32,sgt-43)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/20/156705/

0 komentar:

Posting Komentar