Kamis, 16 Juni 2011

Baasyir Divonis Pendukung Tertib

JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan terorisme Abu Bakar bin Abud Ba’asyir alias Abu Bakar Ba’asyir menyatakan menolak putusan hakim yang memvonisnya dengan hukuman 15 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (16/6). Sedangkan penasihat hukumnya menyatakan banding.

”Setelah kami berunding, penasihat hukum menyatakan banding,” kata koordinator penasihat hukum Ba’asyir, Achmad Michdan dalam persidangan.
Sidang pembacaan vonis oleh majelis hakim yang diketuai Herry Swantoro berlangsung relatif tertib dan aman. Isu ancaman ledakan bom di 16 titik yang beredar sehari sebelumnya tidak terbukti. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Sutarman memberikan apresiasi terhadap pendukung Abu Bakar Ba’asyir yang mengikuti  jalannya sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Guna menjaga keamanan Jakarta, polisi mengawal pendukung Ba’asyir sampai ke kotanya masing-masing. ”Agar tidak menganggu kamtibmas di Jakarta tentunya mereka akan dikawal petugas sampai ke daerahnya masing-masing,” kata Sutarman.

Ba’asyir yang menggunakan pakaian serba putih menyatakan menolak keputusan majelis hakim. ”Saya dengan izin-Nya menolak (keputusan), karena keputusan ini dzolim, karena mengabaikan syariat Islam. Haram hukumnya saya menerima,” tegas Ba’asyir.

Seusai sidang pengasuh Ponpes Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo itu menyatakan, vonis tersebut tidak adil. Sebab, menurut dia, pelatihan fisik di Aceh adalah I’dad yang hukumnya wajib qifayah (gugur krewajibannya jika sudah ada yang melaksanakan) sesuai dengan syariat Islam.

”Menurut saya tidak adil karena saya membela agama. Paham nggak?” ujar Ba’asyir ketika akan masuk gedung Bareskrim Polri tempat dia ditahan.
Sementara JPU kepada majelis hakim menyatakan pikir-pikir atas keputusan tersebut. ”Kami pikir-pikir,” ujar Koordiantor JPU Andi M Taufik.

Sementara itu, Menlu Australia Kevin Rudd menyambut baik vonis 15 tahun terhadap Abu Bakar Ba’asyir. Vonis itu diharapkan menjadi pelipur lara bagi keluarga korban terorisme.

”Pada saat ini, pikiran kita pertama dan terutama tertuju kepada keluarga lebih dari 110 warga Australia yang tewas akibat serangan teroris 10 tahun lalu. Pemerintah Australia berharap vonis ini membawa keadilan bagi keluarga para korban,” kata Menlu Kevin Rudd dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir The Australian, Kamis (16/6).

Rudd menuturkan, pemerintah Presiden SBY telah menunjukkan tekat kuat memberantas terorisme. ”Penangkapan Abu Bakar Ba’asyir dan penuntutan yang sukses adalah hasil kerja yang efektif pihak berwenang Indonesia dan kredit penuh untuk mereka,” katanya.

Pasal Berlapis

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Abu Bakar Ba’asyir hukuman 15 tahun penjara karena telah terbukti merencanakan kegiatan terorisme, yakni pelatihan fisik menggunakan senjata api di Pegunungan Jalin, Jantho, Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, hakim juga menyatakan Ba’asyir tidak terbukti dalam pengadaan senjata api dalam pelatihan tersebut dan pelatihan tersebut bertujuan untuk membantu umat Islam di Afganistan.

Ketua Majelis Hakim Herry Swantoro mengungkapkan, Ba’asyir merencanakan pelatihan militer tersebut bersama Dulmatin di Ruko milik Ali Miftah yang letaknya tidak jauh dari Ponpes Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, pada Februari 2009. ”Terdakwa terbukti menghasut serta memprovokasi orang lain untuk melakukan kegiatan teror,” katanya.

Ratusan anggota Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) langsung meneriakkan kalimat takbir saat majelis hakim mengetokkan palu vonis terhadap pimpinan (amir) JAT tersebut. Mereka juga menghujat pengadilan yang dinilai sesat.

Selain Herry Swantoro, majelis hakim dalam sidang itu terdiri atas Sudarwin, Aksir, Haminal Umam, dan Ari Juwantoro. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni hukuman penjara seumur hidup.

Menurut ketua Majelis Herry, terdakwa harus bertanggung jawab atas tindak kekerasan yang dilakukan oleh peserta pelatihan militer tersebut, di antaranya atas tewasnya tiga polisi, Bripda Darmansyah, Bripda Henri Kusumo dan Briptu Boas Waosir, serta penodongan terhadap warga sipil di Aceh denggan senjata api oleh peserta pelatihan militer tersebut.

Perbuatan terdakwa tersebut seperti dalam dakwaan subsider, melanggar Pasal 14 jo Pasal 7 Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.

Putusan majelis hakim tersebut berbeda dengan pendapat JPU yang menuntut Ba’asyir telah melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan lebih subsider, yakni penggalangan dana untuk kegiatan terorisme yang diancam dengan pidana Pasal 14 jo Pasal 11 UU No 15 Tahun 2003.

”Majelis hakim berbeda pendapat dengan JPU. Sebab, kami menilai merencanakan pelatihan tersebut sudah termasuk tindak pidana teror.”Herry mengungkapkan, dakwaan terhadap Ba’asyir adalah dakwaan subsideritas sehingga jika sudah ada dakwaan yang terbukti, dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. JPU mendakwa dengan tujuh dakwaan subsideritas dan pasal berlapis.

Majelis hakim juga menyatakan sependapat dengan JPU bahwa terdakwa tidak terbukti terlibat dalam pengadaan senjata api dalam pelatihan militer tersebut seperti dalam dakwaan primer yang diancam pidana menurut Pasal 14 jo Pasal 9 UU No 15 Tahun 2003.

Perbuatan terdakwa yang meringankan menurut majelis hakim adalah selama persidangan terdakwa bersikap sopan dan terdakwa telah berusia lanjut. Sedangkan yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme.

Kawal Pendukung

Pascavonis untuk Ba’asyir, Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo terlihat sepi dan menutup kunjungan. Sedangkan anggota dan pengurus Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) mengaku kaget. Pesantren Ngruki masih sempat menerima kunjungan hingga di pos penjagaan pada Kamis pagi. Namun, sejak Kamis siang pengurus telah menutup gerbangnya.

Tidak ada kegiatan menonjol yang dilakukan para santri setelah mengetahui salah seorang pendiri pesantren mereka menerima vonis 15 tahun terkait kasus terorisme. Hal serupa juga terlihat di kantor pusat JAT yang terletak tidak jauh dari kompleks ponpes, tepatnya berada di depan pondok putri.

Sekretaris Eksekutif JAT, Abdurrahman, dan beberapa orang berada di kantor tersebut. Abdurrahman mengatakan mereka adalah staf penerbitan yang memang sering berada di kantor untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

Saat ditanya tentang vonis Ba’asyir, Abdurrahman mengaku kaget pimpinan tertinggi mereka menerima vonis sedemikian lama. Namun, dia segera menegaskan bahwa pimpinannya hanyalah pihak yang dizalimi.

”Kami menyadari sebagai yang dilemahkan dan didzalimi. Kami akan menempuh jalur-jalur yang masih ada dan dimungkinkan, seperti langkah banding dan lain-lainnya,” katanya.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berharap agar setelah putusan tersebut tidak ada gangguan keamanan. ”Kepentingan kita adalah agar tidak ada gangguan keamanan apa pun berkaitan dengan persidangan,” kata SBY.

Hal tersebut disampaikan di sela-sela kunjungan kenegaraan di Hotel Imperial, Tokyo, Jepang, Kamis (16/6). Turut hadir dalam acara jumpa pers Menko Polhukam Djoko Suyanto, Seskab Dipo Alam dan anggota rombongan lainnya.

Menurut SBY, berdasarkan laporan dari Kapolri Jenderal Timur Pradopo, acara persidangan berjalan dengan lancar. Tak ada gangguan keamanan setelah vonis dibacakan.

SBY juga meminta, segala sesuatu yang berkaitan dengan vonis hakim diselesaikan lewat mekanisme hukum yang ada. ”Jika setelah putusan, Pak Abu Bakar Ba’asyir menerima atau tidak menerima kita hormati. Yang jelas kita harus tetap aman tidak boleh ada masalah yang sebenarnya sama-sama tidak dikehendaki,” tegasnya.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung meyakini vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap pemimpin JAT, Abu Bakar Ba’asyir bukan karena adanya ancaman ataupun tekanan dari pihak manapun. Majelis hakim dinilai memiliki independensi dalam menjatuhkan putusan.

Vonis hukuman penjara 15 tahun yang dijatuhkan oleh majelis hakim memang jauh dari yang dituntut oleh JPU, yakni hukuman seumur hidup. ”Tentunya hakim sudah dengan pertimbangan yang cukup matang. Jadi kalau kemudian yang diputuskan 15 tahun, pertimbangannya adalah semata-mata masalah hukum. Dengan pertimbangan kesalahan dan atas fakta hukum yang ada,” ujar Pramono di Gedung DPR, kemarin.

Mengenai beredarnya pesan singkat berisi ancaman bom, menjelang sidang pembacaan vonis Ba’asyir, Pramono meyakini bahwa teror tersebut bukan atas perintah Ba’asyir.

Dia menilai, ada pihak tertentu yang dengan sengaja memanfaatkan momen pengadilan Ba’asyir untuk memperkeruh suasana. ”Saya melihat dalam konteks ini, kalaupun terkesan ada teror, saya meyakini bahwa itu bukan dilakukan oleh Ustad Ba’asyir,” katanya.

Politikus PDI Perjuangan itu pun berharap agar Ba’asyir mau menerima putusan pengadilan itu. Pasalnya, setiap warga negara wajib taat dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Jika Ba’asyir tidak puas dengan putusan yang dijatuhkan kepada dirinya, maka yang bersangkutan dapat melakukan banding. ”Masih ada peluang bagi Ba’asyir untuk mengajukan banding. Inilah negara hukum, sehingga siapun berhak untuk taat dengan hukum,” tambah Pramono.

Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso berharap agar seluruh masyarakat dapat menerima dan menghormati apa yang telah menjadi keputusan pengadilan. Dia percaya bahwa majelis hakim telah menjalani proses pengadilan yang sah.

”Kepada seluruh masyarakat diminta tenang, semua pihak bisa menghormati tata peradilan. Mungkin tidak memuaskan, tapi ini adalah lembaga yang sah,” tandas Priyo.(K24,K32,J22,dtc-25,35)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/17 Juni 2011

0 komentar:

Posting Komentar