Jumat, 17 Juni 2011

Baru 3 Potensi Panas Bumi Tergarap

SEMARANG- Potensi panas bumi (geothermal) di Indonesia baru 3% yang tergarap sebagai sumber energi. Padahal, potensi geothermal yang dimiliki negara ini mencapai 27,8 ribu megawatt.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka), Tri Mumpuni, dalam Seminar Nasional Sains dan Teknologi di Fakultas Teknik (FT) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, kemarin.
”Panas bumi manfaatnya sangat banyak karena juga dapat menjadi energi alternatif dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik di negeri ini,” jelasnya.

Selain panas bumi, Indonesia juga kaya akan potensi sumber energi angin, matahari, biogas, air, dan lain-lain yang hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal.

Tokoh pengembangan energi terbarukan dan penghematan energi ini menjelaskan, kebutuhan listrik di Indonesia saat ini berkisar 30 hingga 31 ribu megawatt. Kebutuhan itu dipenuhi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Seandainya kebutuhan itu bisa di-cover dengan pemanfaatan panas bumi, maka Indonesia akan memiliki surplus energi sekurangnya 25 megawatt yang tentunya dapat dijual ke pihak lain.

Energi Alternatif

Beberapa kawasan di negeri ini memiliki potensi panas bumi yang mampu dikembangkan menjadi sumber energi alternatif. Pembangkit listrik panas bumi sekarang ini baru dibangun di daerah Dieng, Jateng, serta di Jawa Barat dan Kalimantan.
Tri mengungkapkan, dengan kondisi seperti ini, dibutuhkan komitmen pemerintah untuk memanfaatkan sumber energi alternatif tersebut. Selain itu, komitmen masyarakat juga dibutuhkan sebagai bagian dari penghematan pemakaian listrik.

”Lihat saja Jakarta, sampah disana saat ini sudah dikelola menjadi sumber energi listrik yang menghasilkan potensi daya sebesar 14 megawatt, sehingga cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan listrik di Jakarta,” katanya.
Terkait rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Tri Mumpuni mengingatkam lebih baik ditunda dulu dan dipikirkan secara matang.

Sebab, kata dia, selain akan berdampak buruk radiasi yang ditimbulkan, PLTN juga membutuhkan tenaga operasional yang mumpuni, disiplin, dan andal untuk perhitungan yang sangat presisi. (K3-35)

Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/18 Juni 2011

0 komentar:

Posting Komentar