Senin, 22 Agustus 2011

Meraih Imunokompeten Puasa Ramadan

MEMPERTAHANKAN daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi isu konkret dalam realitas kesehatan masa kini. Puasa Ramadan yang efektif memungkinkan untuk semakin menggerakkan lekosit menangkal berbagai agen penyakit dan mengentaskan alergen makanan dari lumen usus. Positifnya, tubuh memiliki lebih banyak kesempatan membenahi proses regenerasi organ tubuh menuju imunokompeten sebagai bekal mengarungi kehidupan pasca-Ramadan 11 bulan ke depan.
Bertolak dari aspek epidemiologi, Indonesia tengah mengalami transisi epidemiologi penyakit. Pada saat bersamaan dijumpai triple burden masalah kesehatan, yaitu masalah kesehatan lama seperti diare dan ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), masalah kesehatan lama yang muncul kembali seperti tuberkulosis dan malaria, serta masalah kesehatan baru seperti cedera, keracunan, HIV/AIDS, dan flu burung. Berbagai kejadian luar biasa telah muncul silih berganti, begitu juga bencana alam hingga bencana kompleks.
Menjalankan ibadah puasa Ramadan dimaknai sebagai salah satu kewajiban bagi umat muslim. Dari aspek medis, puasa itu sendiri telah diketahui membawa dampak positif ke arah perbaikan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, maupun mempercepat proses penyembuhan bagi yang sedang sakit. Dengan kondisi kekebalan tubuh yang lebih baik, semakin memampukan individu untuk menjalankan ibadah puasa hingga hari terakhir bulan Ramadan.
Jumlah lekosit meningkat menjelang hari ketujuh puasa, sekaligus aktivitas limfosit sebagai parameter perbaikan daya tahan tubuh alamiah. Namun, potensi positif tersebut dapat diraih secara maksimal bilamana disokong oleh pola hidup sehat.
Di antaranya, menu seimbang yang teratur setiap hari saat berbuka puasa dan sahur, istirahat yang cukup sepanjang bulan suci Ramadan, kapan perlu disertai dengan aktivitas olahraga yang disesuaikan dengan kondisi tubuh. Istirahat yang cukup memberikan kesempatan suplai nutrien bagi organ otak yang menjadi regulator seluruh aktivitas tubuh, termasuk sistem imunitas tubuh.
Diet seimbang mengacu pola menu 4 sehat 5 sempurna. Menu tidak seimbang, terkhusus tinggi lemak, membebani tubuh lantaran metabolisme lemak menghasilkan lebih banyak radikal bebas. Kelebihan radikal bebas berimbas pada kerusakan sel tubuh, termasuk seperangkat sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Sementara itu, konsumsi karbohidrat yang berlebihan memiliki dampak melemahkan fungsi sistem pertahanan tubuh, meski amat diperlukan sebagai sumber energi instan saat berbuka puasa.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan sempurna (imunokompeten), seperangkat sel darah putih atau leukosit memerlukan lingkungan yang kondusif. Bila kadar radikal bebas berlebihan dalam tubuh, leukosit (termasuk limfosit) tidak leluasa untuk menjalankan aktivitas melindungi tubuh secara optimal dari serangan berbagai jasad renik patogen, juga alergen. Pemunculan manifestasi masuk angin (common cold) dan ISPA, khususnya penyakit flu, merupakan pertanda umum dimana pertahanan tubuh sedang dalam kondisi tidak optimal.
Peran Antioksidan
Radikal bebas memang diproduksi secara normal oleh tubuh manusia dan dimaksudkan untuk prevensi infeksi jasad renik patogen, regulasi tekanan darah dan eliminasi antigen yang merupakan zat asing bagi tubuh. Dinamika daya tahan tubuh tidak akan berjalan normal (imunokompeten) bilamana tanpa kehadiran radikal bebas yang sesuai kebutuhan tubuh. Sebaliknya, radikal bebas yang berlebihan kadarnya, melelahkan sistem netralisasi antioksidan dan daya tahan tubuh melemah (imunokompromi) karena kewalahan.
Saat tubuh kekurangan antioksidan, radikal bebas yang berlebihan secara progresif mencederai membran sel dan DNA (asam deoksiribonukleat). Konsekuensi berupa akselerasi proses penuaan organ tubuh akibat kematian sel yang relatif eksesif, serta terjadinya cacat DNA yang berpotensi ke arah mutasi genetik dan pertumbuhan sel tumor.
Selain itu, juga katarak pada organ mata dan aterosklerosis. Bahkan penyakit parkinson lantaran rendahnya kadar antioksidan glutation dalam sel otak, sehingga sel saraf otak tidak terlindung dari kerusakan oksidatif oleh oksidan (radikal bebas).
Antioksidan vitamin A berperan pada pencegahan oksidasi asam lemak tidak jenuh pada membran sel. Membran sel yang mengalami kerusakan oksidatif, berakibat proses keluar masuknya nutrisi dari dan ke dalam sel tubuh terhambat. Imbasnya, proses metabolisme zat gizi dalam sel tubuh tidak berjalan efektif. Bila kerusakan membran terjadi pada level mitokondria, maka sel tidak memiliki cukup energi untuk kelangsungan kehidupannya dengan konsekuensi tubuh lemah kurang bertenaga.
Vitamin C bekerja untuk netralisasi oksidan yang lolos dari proses fagositosis oleh fagosit yang berperan penting dalam sistem daya tahan tubuh. Selain itu, amat dibutuhkan oleh limfosit T untuk aktivitas eliminasi jasad renik patogen. Lekosit memproduksi interferon yang bersifat antiviral tidak dapat dilepaskan dari kecukupan tubuh akan vitamin C. Karenanya, dalam kondisi stres dan beban berlebihan pada sistem ketahanan tubuh oleh infeksi, konsumsi vitamin C dosis tinggi menemukan urgensinya.
Hanya saja, jikalau mengonsumsi vitamin C perlu disertai konsumsi vitamin E. Vitamin C berubah menjadi prooksidan setelah menetralkan oksidan. Dengan bantuan vitamin E (juga glutation dan asam lipoat), prooksidan vitamin C diregenerasi menjadi antioksidan vitamin C. Hasil penelitian medis menunjukkan, vitamin E juga memainkan peran prevensi kerusakan otot akibat gerakan tubuh saat aktivitas olahraga.
Peran mineral mangan, seng (zink), cuprum (tembaga), besi (ferrum), dan selenium tak dapat dilepaskan dari rangkaian aktivitas kerja antioksidan untuk netralisasi radikal bebas dalam tubuh manusia, diantaranya antioksidan SOD (superoxide dismutase), katalase, dan glutation peroksidase. Karenanya, mineral-mineral tersebut diidentikkan sebagai elemen antioksidan. (11)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/18/156446/

0 komentar:

Posting Komentar