Jumat, 27 Mei 2011

Geliat Group Seni Rebana Desa Mangir

Kesenian Islam Yang Perlu DilestarikanSeni Rebana merupakan salah satu media bagi para wali untuk menyebarkan agama Islam saat itu. Satu dari ratusan desa yang masih mempertahankan kesenian ini adalah Dusun Mangir di Desa Balapulang Kulon. Seperti apa ?
LAPORAN : Hermas Purwadi Wijayanto
REBANA selama ini identik dengan kesenian khas Islam. Dengan dukungan alat musik yang terbuat dari kulit kambing atau sapi kering yang direntangkan pada kayu berbentuk mirip dengan kendang itu, telah berkembang sejak Islam masuk di wilayah nusantara.
Kesenian musik rebana biasanya dimainkan sekitar 10–15 orang. Dimana masing-masing pemain memadukan irama yang berbeda dari alat yang berbeda pula. Dari mulai yang kecil hingga yang besar.
Konon besar kecilnya alat membuat irama yang dihasilkannya pun menjadi berbeda, sehingga tercipta irama yang enak untuk dinikmati.
Rebana biasa ditemui pada acara-acara perayaan hari besar Islam seperti pada acara Maulud Nabi, meski tidak jarang juga kesenian rebana tampil pada acara hajatan seperti pernikahan maupun khitanan.
Kesenian itu kini mulai jarang ditemui di kota-kota besar, dan mungkin di desa pun tidak terlalu banyak. Salah satu desa yang masih melestarikan kesenian ini adalah di Desa Balapulang Kulon Kecamkatan Balapulang, tepatnya di Dusun Mangir.
Kesenian musik rebana sudah ada di dusun ini sejak tahun 1980-an. Namun baru dibentuk sebuah nama sekitar lima tahun terakhir. "Saat itu kita sepakati memberi nama grup rebana ini dengan nama Tolabul Ilmi. Dan kesenian rebana itu sendiri pertama kali diajarkan oleh seorang ustad yang singgah di dusun ini. Hingga akhirnya ketrampilan berkesenian rebana ini diturunkan kepada generasi selanjutnya secara turun-temurun," terang Karsad, yang juga menjadi ketua grup kesenian rebana.
Lebih lanjut pria bersahaja berumur 55 tahun ini menuturkan, bahwa keberadaan kesenian rebana di dusunnya saat ini dapat dikatakan sebagai generasi terakhir. Hal ini disebabkan belum adanya calon penerus bagi kesenian tersebut. “Penabuh rebana yang ada saat ini usianya sudah diatas kepala lima semua. Dan kami sangat susah untuk melatih yang muda-muda guna meneruskan kesenian Islam ini. Dikarenakan generasi muda kini lebih memilih alat musik yang lebih modern seperti gitar” terangnya.
Dibalik keprihatinan Karsad, dia juga merasa bangga dengan grup rebana yang diketuainya. "Grup kami sering diundang untuk main di luar wilayah Kecamatan Balapulang. Diantaranya Lebaksiu, Bojong, Bumijawa, Margasari, hingga Adiwerna” tuturnya. Meskipun masih lingkup wilayah Kabupaten Tegal, namun bapak lima anak ini mempunyai kebanggaan tersendiri.
Untuk jadwal latihan grup, rebana ini jarang melakukan latihan. Maklum, kesibukan masing-masing personelnya yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, agak menyulitkan untuk mempertemukan mereka secara periodik. Diakuinya, latihan baru digelar ketika mendapat undangan untuk main. Biasanya sehari sebelumnya, latihan itu digelar meski tidak terlalu lama.
Salah satu harapan terbesar Karsad saat ini adalah adanya generasi penerus untuk memainkan kesenian rebana. “Saya ingin kesenian rebana ini tidak berhenti total jika kami yang sudah tua tidak mampu lagi memainkannya. Kami ingin syiar agama ini bisa diteruskan oleh yang muda," celotehnya.
Sumber Berita : Radar Tegal 27Mei 2011

0 komentar:

Posting Komentar