Jumat, 27 Mei 2011

Penertiban Tunggu Tembusan

BELUM adanya upaya kongkrit yang dilakukan Satpol PP paska pendataan keberadaan gubug liar di jalur Jalan Dua yang dilakukan UPTD PU Adiwerna, ditengarai karena instansi penegak Perda tersebut belum menerima hasil konfirmasi resmi dari dinas terkait.
Kepala Satpol PP Kabupaten Tegal, Drs Eko Jati Suntoro MSi, menyatakan, upaya tahapan penertiban belum bisa diambil pihaknya semata belum adanya bentuk kongkrit laporan tertulis dari dinas terkait ke instansinya.
"Saya justru tahu dari media. Konfirmasi secara utuh dari DPU maupun UPTD secara kongkrit belum disampaikan kepada kita. Pada intinya, keberadaan bangunan di sisi jalur II tersebut memang liar. Karena bangunan berdiri di sempadan jalan. Sesuai aturan, sempadan jalan tidak boleh ada unsur bangunan dan tanaman yang dikonsumsi masyarakat. Di sempadan jalan hanya boleh ditanam pohon besar sebagai pelindung jalan," tegasnya.
Lebih lanjut dia menyatakan pihaknya akan melakukan tahapan penertiban usai menerima konfirmasi resmi dari dinas terkait dan segera melakukan langkah-langkah koodinasi. Tahapan koordinasi dan penertiban ini dipandang perlu dilakukan agar tidak terjadi benturan saat upaya akhir pembersihan dilakukan pihaknya.
"Tentunya kami tidak bisa langsung merobohkan bangunan tersebut. Tahapan yang perlu dilalui dimulai dengan memberikan penyuluhan, serta membuat surat pernyataan untuk membongkar sendiri. Dan apabila tidak ada tindak lanjut dari upaya yang telah kita tempuh, tentunya pembongkaran menjadi alternatif terakhir yang bakal kita lakukan," tandasnya.
Dia juga berharap, UPTD melakukan tahapan tersebut melalui upaya mengingatkan terlebih dahulu kepada penghuninya. Sementara itu terpisah pihak UPTD PU Adiwerna sempat melakukan pendatan warung yang berderet dari  Jalan Raya Ujungrusi hingga perempatan Singkil. Dan dari hasil pendataan tersebut tercatat ada sekitar 26 penghuni yang membuka usaha disana secara liar.
Kepala UPTD PU Adiwerna, Janudin, sempat menyatakan bahwa hasil pendataan tersebut sudah dilayangkan ke DPU Bina Marga dan Bidang Tata Ruang, untuk selanjutnya diteruskan kepada instansi berwenang untuk menertibkan keberadaan mereka.
"Fungsi bangunan liar itu digunakan untuk berbagai macam usaha. Mulai dari warung makan, bengkel las, cucian motor, tambal ban, hingga menjual kayu lempengan. Dulu lebar tanah disana 9 meter. Setelah ada pelebaran jalan, kini tinggal tersisa kurang lebih 6 meter. Selama ini mereka tidak membayar retribusi dan semaunya saja mendirikan bangunan disana," terangnya. Dia juga tak menampik dampak paling nyata dari keberadaan warung liar tersebut adalah tumpukan sampah yang kian menggunung di sekitar areal.
Sumber Berita : Radar Tegal 27 Maret 2011

0 komentar:

Posting Komentar