Minggu, 26 Juni 2011

Karangan Bunga Untuk Ruyati

SEBUAH alas kaki melayang mengenai pelipis Ruyati binti Satubi, wanita yang berusia setegah abad lebih ini refleks memalingkan wajah, matanya terpicing nanar, pertanda ia terkejut. Sakit yang dirasakannya kali ini tak lagi baru untuknya. Namun ia tak lagi mengalirkan air mata. Hanya hatinya yang terisak pedih, untuk kesekian kali tubuhnya merasakan lemparan alas kaki dari sang majikan. Lemparan alas kaki itu terasa ringan, karena ia pernah merasakan yang lebih sakit. Terkadang bogem mentah melayang, memetakan bilur biru di wajah dan tubuhnya, bahkan pernah ia didorong jatuh dari tangga, hingga kakinya patah dan telapaknya retak. Tujuh bulan gajinya pernah tidak ia terima, hal itu seperti sebuah ancaman mengerikan tanpa kata-kata yang diberikan oleh sang majikan.
Hatinya menjerit pilu, kesekian kali harga dirinya sebagai seorang makhluk Tuhan kembali diinjak. Doa tak kunjung henti ia bisikan, kata-kata lembut 'kalimat Tuhan' mengalir disela-sela bibir keriputnya, sebuah upaya tuk dinginkan hatinya yang bagaikan 'bara panas'. Berupaya menahan sumpah serapah yang ingin sekali ia semburkan, ia berhasil diam. "Ahh... Ruyati memang tegar!".
Ruyati binti Satubi (54) merupakan salah seorang wanita tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Arab Saudi. Tepat pada Sabtu sore, 18 Juni 2011, Ruyati dihukum pancung oleh pengadilan Mekah, Arab Saudi. Ruyati dihukum mati karena ia didakwa telah membunuh istri majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Hal ini menimbulkan duka yang mendalam dihati keluarganya.
Kedua anaknya, Een Nuraeni dan Evi Kurniati kecewa mengapa baru pada 19 Mei 2011, keluarga Ruyati di Bekasi mendapat kabar resmi dari Kementerian Luar Negeri tentang berita kematian Ruyati tersebut. Een kecewa. Janji pemerintah yang mengatakan akan memperjuangkan keadilan untuk ibunya dengan jalan menunjuk pengacara andal sejak tahun 2010 lalu tetap tak dapat menyelamatkan Ruyati.
Ruyati mulai diperkarakan pengadilan Arab Saudi karena dituduh membunuh majikannya sejak 10 Januari 2010 lalu. Sejak saat itu hingga saat ia dihukum mati, seharusnya ada waktu berbulan-bulan yang dapat dimanfaatkan untuk mengupayakan kebebasan Ruyati. Pada akhirnya, walau Ruyati memang melakukan 'eksekusi' terhadap majikannya, seharusnya, fakta bahwa sang majikan sering menyiksa dirinya dapat dijadikan pembelaan.

Kematian Ruyati merupakan satu diantara sekian banyak TKI-TKI lain yang menjadi 'bulan-bulanan' ketidakadilan majikannya di Arab Saudi, dan negera-negara lain.
Dua puluh delapan nama TKI di Arab Saudi, saat ini telah menghuni daftar tunggu TKI yang terancam dan sudah divonis mati. Hal tersebut terasa sangat sedikit, jika dibandingkan penuturan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, yang mengatakan ada 216 warga negara Indonesia terancam hukuman mati di luar negeri yang saat ini tengah menjalani proses peradilan.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Marty juga melayangkan fakta spesifiknya, yaitu pada tahun 2009-2011, warga Indonesia di luar negeri yang terancam hukuman mati berjumlah 303 orang. Hanya 29 orang yang bisa dibebaskan dan dipulangkan ke Tanah Air. Ke-55 orang lainnya, meski lolos dari hukuman mati, masih menjalani hukuman.
Salah satu dari TKI yang bebas baru-baru ini dari hukuman pancung Arab Saudi adalah Darsem. Ia dijerat hukuman mati oleh pengadilan di Riyadh, Arab Saudi karena dituding telah membunuh majikannya. Tapi, setelah ada negosiasi antara Pemerintah RI dan Arab Saudi, keluarga korban memaafkan Darsem, asal membayar diat sebesar Rp 4,2 miliar. Pemerintah telah mengirimkan dana untuk membayar diat tersebut.
Menurut Da'i Bahtiar Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, pengupayaan kasus katidakadilan pada TKI diluar negeri dapat diatasi dengan, membenahi hubungan diplomasi antar pemerintah, serta meminta dukungan masyarakat dan lembaga non pemerintah.
Di Arab Saudi, ada 23 warga Indonesia yang menjalani persidangan dengan ancaman hukuman mati. Dari jumlah tersebut, baru enam orang yang terbebas dari hukuman pancung. Semoga kisah Ruyati dan banyak TKI lainnya yang mendapat ketidakadilan di Luar Negeri tidak terjadi lagi.
Berikut rekam jejak, kisah naas Ruyati di Arab Saudi
No Peristiwa    Waktu
1 Pergi untuk ketiga kalinya ke Arab Saudi dengan Sponsor PT Dasa Graha Utama. September 2008
2 Terakhir kalinya Ruyati Kontak dengan keluarga di Bekasi. Ruyati curhat pada anaknya, bahwa dia sering disiksa majikannya. 31 Desember 2009
3 Dituduh membunuh majikan perempuannya 10 Januari 2010
4 Ruyati diadili pertama kali, terancam hukuman qisas Mei 2010
5 Migrant Care melaporkan sejumlah tenaga kerja Indonesia terancam hukuman mati di Arab Saudi, termasuk Ruyati Maret 2011
6 Ruyati diadili. Dijatuhi hukuman qisas Mei 2011
7 Ruyati dieksekusi. Sabtu, 18 Juni 2011
8 Keluarga mendapat kabar resmi dari Kementerian Luar Negeri. Minggu, 19 Mei 2011
*dikutip dari berbagai sumber
( Tiko Septianto /CN32 )
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/23 Juni 2011

0 komentar:

Posting Komentar