Minggu, 26 Juni 2011

Pertahanan Dengan Keminiman Anggaran

NEGARA Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan, yang juga memulai memperjuangkan konsep negara kepulauan di dunia ini berdasar Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957. Sebagai negara kepulauan berarti wilayah Indonesia terdiri atas lautan dan pulau-pulau terdepan (lebih tepat daripada terluar) yang dihubungkan satu dan yang menjadi sebuah garis batas. Kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari wilayah Indonesia dan menjadi wilayah Malaysia sangat mengentak kita.

Lalu, seakan muncullah kesadaran baru untuk mempertahankan pulau-pulau terdepan yang ternyata begitu banyak, yakni 92 pulau, yang berjauhan tidak mudah. Namun mempertahankan wilayah beserta kandungan mineral yang berada di wilayah lautan kita tak bisa diabaikan begitu saja. Lalu, bagaimana sebenarnya penjagaan pulau-pulau terdepan saat ini?

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin menyatakan dengan segala keterbatasan personel TNI, kini baru 80 pulau terluar Indonesia yang dijaga tentara atau minimal menjadi rute patroli Angkatan Laut. Adapun 12 pulau lain tetap dalam pantauan melalui penerbangan dan terkadang juga menjadi rute patroli Angkatan Laut.

Rentan

Para penjaga pulau-pulau itu adalah personel TNI AD dan AL. Mereka ditempatkan selama enam bulan dan selanjutnya diganti personel baru.
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menyatakan personel TNI harus ditempatkan di pulau-pulau terdepan itu karena wilayah tersebut rentan permasalahan hukum laut antara Indonesia dan negara-negara tetangga. Hal itu akan memengaruhi luas wilayah negeri ini, karena pulau-pulau terdepan adalah titik-titik yang bila dihubungkan dengan garis menjadi wilayah negara kita.

Agus dalam diskusi “Menjaga Tepian Tanah Air” di Wanadri Bandung, beberapa waktu lalu, mengemukakan bagi pulau terdepan yang berpenghuni, kehadiran personel TNI AD dan TNI AL adalah mutlak. Menghadirkan personel TNI juga menjadi keharusan di pulau terdepan yang tak berpenghuni, tetapi letaknya sangat strategis. Adapun pulau yang hanya berupa batu karang dan tidak berpenghuni akan menjadi rute patroli.

Berdasar data TNI AL, pulau-pulau terdepan yang rentan dicaplok negara lain karena berbatasan laut dengan laut negara tetangga adalah Pulau Rondo di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang berbatasan dengan India. Lalu, Pulau Berhala di Sumatera Utara yang berbatasan dengan Malaysia, Pulau Nipah Provinsi Riau yang berbatasan dengan Singapura, dan Pulau Sekatung di Riau yang berbatasan dengan Vietnam.

Begitu pula Pulau Marore, Marampit, dan Miangas di Sulawesi Utara yang berbatasan dengan Filipina; Pulau Fanildo, Pulau Bras, dan Pulau Fani di Papua yang berbatasan dengan Palau; Pulau Batek di Nusa Tenggara Timur yang berbatasan dengan Timor Leste, serta Pulau Rote (NTT) yang berbatasan dengan Australia.

Sangat Sedikit

Kadispenal Laksma Tri Prasodjo mengatakan, selain menempatkan pasukan Marinir di pulau-pulau terdepan, AL juga telah menggelar operasi pengamanan pulau terluar dan wilayah perbatasan. Operasi itu melibatkan kapal perang dan pesawat TNI AL. Juga melakukan Operasi Bakti Surya Bhaskara Jaya sebagai bentuk kepedulian untuk mendinamisasikan pembangunan daerah terpencil, yang selama ini sangat kurang mendapat pelayanan publik.

Dengan tugas pengamanan kedaulatan wilayah NKRI yang sangat-sangat luas itu, TNI AL, TNI AD, dan TNI AU hingga kini masih berupaya memenuhi kebutuhan untuk menyiapkan diri menjadi Minimum Essential Force. Kini pertanyaannya, seberapa besar anggaran pertahanan kita?

Menhankam Purnomo Yusgiantoro tak menampik anggapan bahwa anggaran pertahanan sangat sedikit. Dari Rp 1.200 trilliun anggaran belanja di APBN, hanya sekitar Rp 47 trilliun untuk anggaran pertahanan. Itu 50 persennya dialokasikan untuk gaji pegawai. Dengan hanya separuh dari Rp 47 triliun itu serta ada tugas menyiapkan diri menuju Minimal Essential Force serta pengadaan dan pemeliharaan alusista, Purnomo mengakui sulit membayangkan bagaimana menjaga wilayah terdepan negeri ini.

Dia juga prihatin atas kondisi personel TNI yang berjaga di pulau-pulau tersebut. Sebab, begitu besar tantangan yang harus mereka hadapi selama enam bulan. Laporan yang sering masuk adalah begitu sulit air bersih, sehingga harus disaring berkali-kali, terutama di pulau-pulau yang tak berpenduduk.

Namun yang patut disyukuri dan bisa membuat prajurit di pulau terpencil lega adalah langkah pemerintah yang menyetujui penambahan gaji maksimal 150 persen (bagi personel yang menjaga pulau tak berpenghuni) dari gaji penuh mereka. Walau itu baru diwujudkan tahun 2010, kenaikan gaji berdasar Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 10 Tahun 2010 itu, minimal bisa menambah semangat prajurit yang harus bertahan di tengah kondisi memprihatinkan.

Sementara itu, tambahan gaji bagi personel yang menjaga pulau terluar yang berpenghuni sebesar 100 persen, sedangkan yang berjaga di perbatasan darat 75 persen. Kita berharap, segala keterbatasan itu bisa segera diatasi sehingga sampailah pada perhitungan rasional untuk mempertahankan wilayah kita yang luas dan kaya ini. (Hartono Harimurti-51)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/27 Juni 2011

0 komentar:

Posting Komentar