Sabtu, 02 Juli 2011

Hujan Salah Musim

Hujan di hari ini sudah menyerupai watak politisi, sulit ditebak. Jika mau turun, turun saja, Jika mau berhenti, berhenti saja. Datang dan perginya tidak lagi tunduk kepada musim, tetapi tunduk pada dirinya sendiri. Begitu pula hubungan di dalam politik. Hari ini berkoalisi, besok bisa beroposisi. Ia tidak tunduk pada kepantasan, tetapi tunduk pada kepentingan.
   
Tidak ada yang lebih mencemaskan selain ketidakpastian. Yang paling menegangkan dunia perdagangan bukan karena kurs sedang tinggi atau sedang rendah. Yang menakutkan ialah kalau kurs itu sebentar tinggi sebentar rendah. Tinggi dan rendah sama baiknya bagi pedagang sepanjang ia berlangsung konstan. Begitu  juga dengan petani. Mau hujan terus bukan masalah kalau memang sedang musim penghujan. Mau kering terus baik saja sepanjang musim kemarau. Menjadi masalah ialah kalau ada hujan di musim kering dan ada kekeringan di musim hujan. Ketidakpastian, adalah kegentaran baru di krisis ekologi ini.
   
Tetapi yang menarik, rezeki terbaik manusia, seringkali malah muncul di balik ketegangan dan ketidapkastian itu. Kenapa peserta American Idol itu bisa berteriak-teriak  kesetanan cuma karena baru lulus audisi? Ya karena mereka merasa kecil di hadapan kepastian kelulusan. Cuma belasan yang dibutuhkan dari jutaan. Semua berbakat,  semua berpeluang. Begitu sempit peluang itu sampai tak satupun berani memercayai peluangnya sendiri. Maka begitu peluang itu datang, seorang calon serasa terbang di keajaiban. Seorang calon yang jauh-jauh hari telah mengerti bakal menjadi juara, Cuma akan membuat seluruh lomba rendah nilainya.
   
Begitu juga dengan hujan salah musim. Ia bisa membuat pesawat gagal terbang. Tetapi  soal ini cuma sebelah dari persoalan. Karena bisa juga yang berlangsung adalah soal yang sebaliknya. Telah bersiap hujan, ternyata terang dan pesawatpun terbang. Karena hujan yang datang tanpa rencana, sebuah pertemuan memang bisa mengalami pengunduran. Tetapi karena penundaan itulah yang membuat pihak yang bertemu memiliki jeda. Yang semula hendak menolak berbalik menerima. Yang  semula saling hendak memarahi, berubah menjadi saling menasihati.
   
Memang selalu ada yang menegangkan dari ketidakpastian. Tetapi juga selalu ada yang mendebarkan dari ketidakpastian karena ia menyimpan kemungkinan yang tak terbayangkan. Dan selalu, soal-soal yang tak terbayangkan adalah soal-soal malah sering mencengangkan. Banyak orang membayangkan menjadi sesuatu  dan akhirrnya memang menjadi  sesuatu. Tetapi ternyata jauh lebih banyak orang yang sama sekali tidak pernah membayangkan sesuatu tetapi malah akhirnya sampai kepada sesuatu. Hidup sungguh  terlalu kaya untuk dibatasi cuma dalam bayangan seseorang. Karena di balik setiap krisis, setiap ketidakpastian, sesungguhnya alam cuma sedang hendak menumbuhkan kemungkinan-kemungkinan baru. Krisis itu cuma akhir bagi si lapuk, tetapi ia awal bagi si semi. Dahan-dahan yang rapuh memang harus meranggas dan mati, tetapi cuma karena itu tunas baru akan bersemi.
   
Krisis itu bukan akhir, tetapi awal. Akhir bagi yang lapuk, dan awal bagi yang semi. Bisa dibayangkan jika para diktator itu tidak dilapukkan oleh alam,  kekuasaanya pasti akan berkepanjangan. Jadi, mari bergembira di hadapan ketidakpastian.
(Prie GS/bnol)
Sumber Berita : http://suaramerdeka.com/15 April 2011

0 komentar:

Posting Komentar